Selasa, 03 November 2009

IBNU SINA

Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina
Oleh : RUDI HERNOTO


A. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG
Cendekiawan Islam
Zaman Kegemilangan Islam



Nama: Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina
Gelar: Bapak Sejarah Sains
Lahir: sekitar 980 M atau 370 H

Wafat: 1037 M atau 428 H

Mazhab: Ismail
Etnis: Tajik

Rantau: Parsi

Bidang: Kedokteran, Astronomi, Etika, Logika, Matematika, Metafisika, Falsafah, Fisika, Sains,teologi

Karya: Alqanun fi altibb, Kitab al-Shifa, Al Najat

Pengaruh: Omar Khayyám, Ibnu Rushd, Thomas Aquinas, Albertus Magnus

Diilhami: Aristotle, Al-Farabi

Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 370 Hijrah bersamaan dengan tahun 980 M. Kajian awalnya Ibnu Sina di Bukhara dalam bidang bahasa dan sastra. Selain itu, beliau mengkaji dan mempelajari ilmu-ilmu lain seperti geometri, logika, matematika, sains, fiqih, dan dunia kedokteran.
Walaupun Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu pengetahuan termasuk filsafat, tetapi beliau lebih menonjol dalam bidang kedokteran, oleh sebab itu beliau di juluki seorang tokoh kedokteran dan maha guru dari ilmu kedokteran.
Ibnu Sina mulai menjadi terkenal setelah berhasil menyembuhkan penyakit Putra Nub Ibn Nas al-Samani yang gagal diobati oleh dokter yang lain. Kehebatan dan kepakaran dalam bidang kedokteran tidak ada bandingnya sehingga beliau diberikan gelar al-Syeikh al-Rais (Mahaguru Pertama).
B. SUMBANGAN DALAM ILMU PENGETAHUAN IBNU SINA
Kemasyhurannya sampai terkenal di luar negara Islam. Bukunya Al Qanun fi al-Tibb telah diterbitkan di Roma pada tahun 1593 sebelum dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Precepts of Medicine. Dalam jangka waktu tidak sampai 100 tahun, buku itu telah dicetak ke dalam 15 buah bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah dijadikan sebagai bahan reverensi di universitas-universitas yang ada di Itali dan Perancis. Bahkan hingga abad ke-19, bukunya masih dicetak ulang dan dipergunakan oleh para mahasiswa kedokteran.
Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang diberi judul (Remedies for The Heart) yang berisi tentang ilmu kedokteran. Dalam buku itu, beliau telah menceritakan dan menguraikan 760 jenis penyakit disertai dengan cara pengobatannya. Hasil tulisan Ibnu Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu kedokteran saja Tetapi bidang-bidang lainpun turut beliau tulis seperti bidang metafisik, musik, astronomi, philologi (ilmu bahasa), syair, prosa, dan agama.
Penguasaannya dalam berbagai bidang ilmu itu telah menjadikannya seorang tokoh sarjana yang serba bisa. Beliau tidak sekadar menguasainya tetapi juga terkenal sampai jaman kejayaannya yaitu puncak kecemerlangan tertinggi dalam bidang yang ditekuninya.
Di samping menjadi puncak kajayaannya dalam bidang kedokteran, Ibnu Sina juga menduduki kedudukan yang tinggi dalam bidang ilmu logika. Dalam bidang penulisan, Ibnu Sina telah menghasilkan ratusan karya sastra termasuk sastra kreatif.
Selain itu, Ibnu Sina juga merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal. Beliau pernah menulis sebuah buku berjudul al-Najah yang membicarakan persoalan filsafat. Pemikiran filsafat Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh aliran filasafat al-Farabi yang telah menghidupkan pemikiran Aristoteles. Oleh sebab itu, pandangan ilmu kedokteran Ibnu Sina turut dipengaruhi oleh asas dan teori kedokteran Yunani khususnya Hippocrates.
C. PERANAN IBNU SINA DALAM BIDANG KEDOKTERAN
Kedokteran Yunani berasaskan teori empat unsur yang dinamakan humours yaitu darah, lendir (phlegm), empedu kuning (yellow bile), dan empedu hitam (black bile). Menurut teori ini, kesehatan seseorang mempunyai hubungan dengan campuran ke-empat unsur tersebut. Ke-empat unsur itu harus berada pada kadar yang seimbang dan apabila keseimbangan ini terganggu maka seseorang akan mendapat penyakit.
Setiap individu mempunyai keseimbangan yang berlainan. Meskipun teori itu tidak tepat, tetapi telah meletakkan satu landasan kuat pada dunia kedokteran untuk mengenal pasti tentang penyakit yang menyerang manusia. Ibnu Sina telah menjawab teori-teori kosmogoni Yunani ini dan mengislamkannya.
Ibnu Sina percaya bahwa setiap tubuh manusia terdiri dari empat unsur yaitu tanah, air, api dan angin. Ke-empat unsur ini memberikan sifat lembab, sejuk, panas, dan kering serta sentiasa bergantung kepada unsur lain yang terdapat dalam alam ini. Ibnu Sina percaya bahwa wujud ketahanan awal yang ada dalam tubuh manusia dapat melawan penyakit. Jadi, selain keseimbangan unsur-unsur yang dinyatakan itu, manusia juga memerlukan ketahanan yang kuat dalam tubuh untuk menjaga kesehatan dan proses penyembuhan.
D. PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU SINA
Pengaruh pemikiran Yunani bukan saja dapat dilihat dalam pandangan Ibnu Sina mengenai kesehatan dan ilmu kedokteran, tetapi juga bidang filsafat. Ibnu Sina berpendapat bahwa matematika boleh digunakan untuk mengenal Tuhan. Pandangan itu pernah dikemukakan oleh ahli filsafat Yunani seperti Pythagoras untuk menguraikan mengenai sesuatu kejadian. Bagi Pythagoras, suatu benda mempunyai angka-angka dan
angka itu berkuasa di alam ini. Berdasarkan pandangan itu, maka Imam al-Ghazali telah menyebutkan bahwa paham Ibnu Sina sebagai paham yang sesat dan lebih merusak kepercayaan Yahudi dan Nasrani.
Sebenarnya, Ibnu Sina tidak pernah menolak kekuasaan Tuhan. Dalam buku An-Najah, Ibnu Sina telah menyatakan bahwa pencipta yang dinamakan sebagai "Wajib al-Wujud" ialah satu. Dia tidak berbentuk dan tidak boleh dibagikan dengan cara apapun. Menurut Ibnu Sina, segala yang wujud (mumkin al-wujud) bermula dari "Wajib al-Wujud" yang tidak ada permulaan.
Tetapi tidaklah wajib segala yang wujud itu datang dari yang Wajib al-Wujud sebab Dia berkehendak bukan mengikuti kehendak. Walau bagaimanapun, tidak menjadi halangan bagi Wajib al-Wujud untuk melimpahkan atau menerbitkan segala yang wujud sebab kesempurnaan dan ketinggian-Nya.
Pemikiran filsafat dan konsep ketuhanannya telah ditulis oleh Ibnu Sina dalam bab "Himah Ilahiyyah" dalam pasal "Tentang adanya susunan akal dan nufus langit. Pemikiran Ibnu Sina ini telah menimbulkan kontroversi dan telah dianggap sebagai satu percobaan untuk membahas tentang zat Allah. Al-Ghazali telah menulis sebuah buku yang berjudul Tahafat al'Falasifah (Tidak Ada Kesinambungan Dalam Pemikiran Ahli Filsafat) untuk membahaskan pemikiran Ibnu Sina dan al-Farabi.
Antara pendapat yang diutarakan oleh al-Ghazali ialah menyangkal terhadap kepercayaan dalam keabadian planet bumi, penyangkalan terhadap penafsiran Ibnu Sina dan al-Farabi mengenai pembangkitan jasad manusia dengan perasaan kebahagiaan dan kesengsaraan di syurga atau neraka.
Apa pun pandangan yang dikemukakan, sumbangan Ibnu Sina dalam perkembangan filsafat Islam tidak mungkin dapat diingkari. Bahkan beliau dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab menyusun ilmu filsafat dan sains dalam Islam. Sesungguhnya, Ibnu Sina tidak saja unggul dalam bidang kedokteran tetapi kehebatan dalam bidang filsafat mengungguli gurunya sendiri yaitu Abu Al-Nasr Al-Farabi


E. KESIMPULAN
Semasa hayatnya, Ibnu Sina telah banyak memberikan sumbangan khususnya dalam bidang kedokteran. Dalam bidang kedokteran, Ibnu Sina telah mengembangkan ilmu psikologi dalam kedokteran atau lebih dikenali sebagai ‘Psychosomatic medicine’pada masa ini. Selain itu,beliau turut mengembangkan ilmu diagnosis melalui denyutan jantung ( pulse diagnosis ) untuk mengenal pasti keadaan tumor. Diagnosis ini masih dipraktikan oleh dokter-dokter islam di Pakistan, Afghanistan dan Parsi.
Selain itu, Ibnu Sina turut memberikan sumbangan dalam bidang geografi, geologi, kimia, kosmologi, dan sebagainya. Keadaan ini membuktikan bahwa Ibnu Sina seorang yang berpengetahuan luas karana ilmunya mencakup semua bidang. Oleh itu, sebagai manusia kita haruslah mencontoh sikap Ibnu Sina yang rajin berusaha walaupun telah memiliki ilmu pengetahuan.
Sepeninggalnya Ibnu Sina merupakan kehilangan yang amat besar bagi dunia engetahuan karena beliau merupakan seorang yang berilmu pengetahuan tinggi dan berpengalaman. Ibnu Sina tidak pernah putu asa untuk menuntut ilmu dan melakukan pembaharuan sampai beliau menghempus nafas terakhir pada usia 58 tahun pada bulan Ramadhan 428 H / 1037 M. Beliau dimakamkan di Hamdan.

DAFTAR PUSTAKA

1. "http://ms.wikipedia.org/wiki/Abu_Ali_AlHussain_Ibn_Abdallah_Ibn_Sina"
2. http://www.yahoo.com.my
3. http://www.google.com.my
4. Baharuddin Yatim & Sulaiman Nordin.1997.Sains Menurut Perspektif Islam

STUDI AL-QUR'AN

1. PENGERTIAN AL-QUR’AN
Alquran adalah firman Allah. Muncul dari zat-Nya dalam bentuk perkataan yang tidak dapat digambarkan. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Alquran adalah firman Allah dengan sebenarnya. Bukan ciptaan-Nya, seperti layaknya perkataan makhluk, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai perkataan manusia, maka ia telah kafir.

2. SIFAT AL-QUR’AN
Allah swt. memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji". (Fushshilat: 41-42) Di dalam ayat yang lain Allah juga mensifatinya dengan firman-Nya: "(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu". (Huud: 1).

Sungguh ayat-ayat Alquran ini sangat cermat dan teliti, jelas dan terperinci, yang telah ditetapkan oleh yang Maha Bijaksana, dan yang telah diuraikan oleh yang Maha Tahu. Kitab ini akan terus menjadi mukjizat dari segi keindahan bahasa, syariat, ilmu pengetahuan, sejarah dan lain sebagainya. Sampai Allah mengambil kembali bumi dan yang ada di dalamnya, tidak akan terdapat sedikitpun penyelewengan dan perobahan terhadapnya, sebagai bukti akan kebenaran firman Allah: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (Al-Hijr: 9).






3. GAMBARAN AL-QUR’AN
Dunia secara keseluruhan belum pernah memperoleh sebuah kitab seperti Al Quran yang mulia ini, yang mencakup segala kebaikan, dan memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus, serta mencakup semua hal yang akan membahagiakan
manusia. Allah berfirman: "Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar". (Al-Israa,: 9).

Alquran ini diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju cahaya. Allah berfirman :
"(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (Ibrahim: 1).

Dengan Alquran, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya, keluarga dan masyarakatnya, maka akan
menjadikan umat Islam merasa aman, tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat. Allah berfirman: "Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya". (Al-Baqarah: 121).







Ibnu Abbas berkata: "Mereka mengikutinya dengan sebenarnya, menghalalkan yang telah dihalalkan dan mengharamkan yang telah diharamkan serta tidak menyelewengkannya dari yang semestinya". Dan Qatadah berkata: "Mereka itu adalah sahabat-sahabat Muhammad saw. Beriman kepada kitab Allah, lalu membenarkannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta melaksanakan apa yang ada di dalamnya".

Makhluk jin sangat terkesan sekali tatkala mendengarkan bacaan Alquran; hati mereka dipenuhi dengan kecintaan dan penghargaan terhadapnya, dan mereka bersegera mengajak kaumnya untuk mengikutinya, sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya: lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak".(Jin: 1-3). Allah telah bercerita tentang mereka dalam Al Quran: "Mereka berkata: Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.

Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih".(Al-Ahqaf: 30-31).

Oleh karenanya, kitab yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas kitab-kitab itu. Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah".(Az-Zukhruf: 4). Dan firman Allah dalam ayat yang lain: "Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab



(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu". (Al-Ma,idah: 48)

4. PENDAPAT AHLI TAFSIR TENTANG AL- QUR’AN
Para ulama tafsir berkata: "Al Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawi lainnya sekalipun semuanya turun dari Allah, dengan beberapa hal, diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang ada pada semua kitab-kitab yang lain. Telah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi kita Muhammad saw. diberi kekhususan dengan surat Al-Faatihah dan penutup surat Al-Baqarah. Di dalam Musnad Ad Darimi disebutkan, dari Abdullah bin Masud ra. ia berkata: "Sesungguhnya Assab,uthiwal (Tujuh surat panjang dalam Alquran; Al-Baqarah, Ali ,Imran, An-Nisaa,, Al-A,raaf, Al-An,aam, Al-Maa-idah dan Yunus) sama seperti taurat, Al-Mi,in (Surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu,min dan lain sebagainya) sama seperti Zabur dan Al-Matsani (Surat-surat yang berisi kurang dari seratus ayat. Seperti, Al-Anfaal, Al-Hijr dan lain sebagainya) sama dengan kitab Zabur. Dan sisanya merupakan tambahan". Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, dari Wasilah bin Al-Asqa,, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Telah diturunkan kepadaku Assab,uthiwal sebagai ganti yang ada pada Taurat. Diturunkan kepadaku Al Miin sebagai ganti yang ada pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti yang ada pada Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-surat pendek).

surat panjang dalam Alquran; Al-Baqarah, Ali ,Imran, An-Nisaa,, Al-A,raaf, Al-An,aam, Al-Maa-idah dan Yunus) sama seperti taurat, Al-Mi,in (Surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu,min dan lain sebagainya) sama seperti Zabur dan Al-Matsani (Surat-surat yang berisi kurang dari seratus ayat. Seperti, Al-Anfaal, Al-Hijr dan lain sebagainya) sama dengan kitab Zabur. Dan sisanya merupakan tambahan". Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, dari Wasilah bin Al-Asqa,, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Telah diturunkan kepadaku Assab,uthiwal sebagai ganti yang ada pada Taurat.




Diturunkan kepadaku Al Miin sebagai ganti yang ada pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti yang ada pada Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-surat pendek).

Assab,uthiwal, adalah dari awal surat Al-Baqarah hingga akhir surat Al-A,raaf, yang berjumlah enam surat. Para ulama berselisih pendapat tentang surat yang ke tujuh; Apakah surat Al-Anfaal dan Al-Bara,ah sekaligus karena antara keduanya tidak dipisah dengan bismillah, maka dianggap satu surat, atau surat Yunus? "Al-Mi,un" yaitu surat-surat yang ayatnya sekitar atau lebih dari seratus. "Matsani" yaitu; surat-surat yang jumlah ayatnya di bawah seratus. Dinamakan demikian karena ayat-ayatnya berulang-ulang melebihi yang ada pada surat-surat yang terhimpun dalam sab,uthiwal dan mi,un. Sedangkan yang dimaksud dengan "Al-mufashal", adalah surat-surat yang lebih pendek dari surat-surat dalam Al-Matsani.

Para ulama berselisih pendapat tentang awal dari surat-surat itu; Ada yang berpendapat bahwa Al-Mufashal bermula dari awal surat Ash-Shaffaat, pendapat lain mengatakan, diawali dari surat Al-Fat-h, dan yang lainnya berpendapat, dari surat Al-Hujuraat, dan ada juga yang berpendapat, dari surat Qaaf. Pendapat ini dibenarkan oleh Al-Hafiz Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar. Ada pula pendapat selain yang disebut di atas. Namun demikian para ulama sepakat bahwa akhir dari Mufashal adalah surat terakhir dalam Alquran.

Diantara keunggulan Al Quran juga, bahwa Allah menjadikan gaya bahasanya mengandung mukjizat, sekalipun kitab-kitab lain juga mengandung mukjizat dari segi pemberitaan tentang yang gaib dan hukum-hukum, namun gaya bahasanya biasa-biasa saja, maka dari segi ini Al Quran lebih unggul. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah: "Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah". (Az-Zukhruf:4)

Dan firman Allah: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia".(Ali ,Imran:110). Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya,


Fadhailul Quran (keutamaan-keutamaan Al Quran) halaman:102-123, mengatakan: "Hal ini mereka raih berkat Al Quran yang agung, yang mana Allah telah memuliakannya dari semua kitab yang pernah diturunkan-Nya, dan Dia jadikan sebagai batu ujian, penghapus dan penutup bagi kitab-kitab sebelumnya, karena semua kitab terdahulu diturunkan ke bumi dengan sekaligus, sedangkan Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang terjadi, demi untuk menjaganya dan menghargai orang yang diberi wahyu. Setiap kali ayat Alquran turun, seperti keadaan turunnya kitab-kitab sebelumnya".

5. Kebenaran Alqur’an
Kitab yang mulia ini telah mengungkap banyak sekali kebenaran ilmiah kosmos, dalam ayat-ayat yang membuktikan wujud Allah, kekuasaan dan keesaan-Nya. Allah berfirman: "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman"? (Al-Anbiyaa,:30). Al Quran juga menganjurkan agar memanfaatkan apa yang dapat ditangkap oleh indra mata dalam kehidupan sehari-sehari dari ciptaan Allah, sebagaimana difirmankan: "Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi".(Yunus:101). Dan Allah berfirman: "Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya".
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.(Al-Jaatsiah:13).

6. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
Kaum muslimin hendaknya mempelajari ilmu-ilmu alam, serta menikmati manfaat dari kekuatan-kekuatan yang tersimpan di langit dan bumi.
Sesungguhnya pembicaraan tentang Al Quran tidak akan ada habis-habisnya. Al Quranlah yang menganjurkan kaum muslimin untuk bersikap adil dan bermusyawarah, dan menanamkan kepada mereka kebencian terhadap kezaliman dan tindakan semena-mena. Syiar para pemeluknya adalah kekuatan iman, tidak sombong, solidaritas dan bersikap kasih sayang antara sesama mereka


.
Hendaknya kita hidup dengan Alquran, membaca, memahami, mengamalkan dan menghafal. Hidup dengan Alquran adalah perbuatan yang paling terpuji, yang patut dilakukan oleh orang mukmin. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mengerjakan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri".(Faathir:29-30).

Dalam dua ayat tersebut di atas, Allah menganjurkan bagi orang-orang yang membaca Alquran agar disertai dengan perenungan, sehingga akan menimbulkan pengetahuan yang pada gilirannya akan menimbulkan pengaruh. Tidak diragukan lagi bahwa pengaruh membaca Alquran adalah melaksanakan dalam bentuk perbuatan. Oleh karena itu Allah iringi amalan membaca Al Quran dengan mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezki yang dikarunia Allah secara diam-diam dan terang-terangan, kemudian dengan demikian orang-orang yang membaca Al Quran itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan merugi.

Mereka mengetahui bahwa karunia Allah lebih baik dari apa yang mereka infakkan. Oleh karena mereka mengadakan perniagaan di mana Allah menambahkan karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih, mengampuni kelalaian, dan berterima kasih atas pelaksanaan tugas. Oleh karena itu kita harus selalu membaca Alquran dengan perenungan dan kesadaran, sehingga dapat memahami Alquran secara mendalam. Bila seorang pembaca Alquran menemukan kalimat yang belum dipahami, hendaknya bertanya kepada orang yang mempunyai pengetahuan. Allah berfirman: "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui".(An-Nahl:43).






7. Kewajiban Mempelajari Al-Qur’an
Diriwayatkan oleh ibnu Masud ra. ia berkata, Rasul saw. bersabda: "Barang siapa membaca satu huruf dari Alquran, maka ia akan memperoleh kebaikan. Kebaikan itu berlipat sepuluh kali. Aku tidak mengatakan, Alif Laam Miim satu huruf, akan tetapi, Alif adalah huruf, Lam huruf, dan Mim huruf. (H. R. Tirmizi. Nomor:3075).

Dari Usman bin Affan ra. dari Nabi saw. ia bersabda; "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain".(Bukhari). Nomor:4739). Hadis ini menunjukkan akan keutamaan membaca Alquran. Suatu ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang engkau cintai orang yang berperang atau yang membaca Alquran? Ia berkata, membaca Alquran, karena Rasulullah saw. bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain". Imam Abu Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan Alquran selama empat puluh tahun di mesjid agung Kufah disebabkan karena ia telah mendengar hadis ini. Setiap kali ia meriwayatkan hadis ini, selalu berkata: "Inilah yang mendudukkan aku di kursi ini".

Al hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman 126-127 berkata: [Maksud dari sabda Rasulullah saw. "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada orang lain" adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain. Allah berfirman: "Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan".(An-Nahl:88).

Sebagaimana firman Allah: "Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Alquran dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya" (Al-An,aam:158). Penafsiran yang paling benar dalam ayat ini, dari dua penafsiran ahli tafsir adalah bahwa,




mereka melarang orang-orang untuk mengikuti Alquran, sementara mereka sendiri pun menjauhkan diri darinya.

Mereka menggabungkan antara kebohongan dan berpaling, sebagaimana firman Allah: "Atau agar kamu (tidak) mengatakan: "Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?(Al-An,aam:157). Beginilah perihal orang-orang kafir yang jahat, sedangkan orang-orang mukmin yang baik dan pilihan selalu menyempurnakan dirinya dan berusaha menyempurnakan orang lain, sebagaimana tersebut dalam hadis di atas. Allah berfirman: "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".(Fushilat:33) Ayat ini menggabungkan antara seruan kepada Allah, baik dengan azan atau yang lainnya, seperti mengajarkan Alquran, hadis, fikih dan lainnya yang mengacu kepada keridaan Allah. dan dengan perbuatan saleh, dan juga berkata dengan ucapan yang baik].

Rahmat Allah akan dilimpahkan kepada orang-orang yang membaca Alquran dan mereka yang menegakkan hukumnya, juga mencakup orang-orang yang mendengarkan bacaannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mengerjakan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia".(Al-Anfaal:2-4)

Hanya Allah semata yang menetapkan syariat untuk para hambanya. Allah berfirman: "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik" (Al-An,am:57).



Syariat itu ditetapkan tiada lain kecuali hanya untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia, baik hikmah yang terkandung di dalamnya tampak atau pun tidak. Alquran adalah sumber pertama syariat.

8. Penutup
Alquran dan Sunah, kedua-duanya merupakan wahyu Allah kepada Rasul-Nya, dan dua sumber syariat Islam yang mengembalikan manusia pada fitrahnya, dan menjadikan manusia mengetahui jalan hidupnya. Allah berfirman: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk".(Al-A,raaf:43).

Tafsir Tarbawi

I. Tujuan Pendidikan Islam
A. Surah al-Baqarah (1-5)
1. Alif laam miim.2. Kitab (al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi rnereka yang bertaqwa, 3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki, yang Kami anugerahkan kepada mereka, 4. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu; serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya, dan rnerekalah orang-orang yang beruntung.
Alif, Lam, miim, ayat yang cukup singkat, tetapi sangat dalam maknanya, hanya Allah yang tahu rahasianya. Sudah cukup lama para ulama al-Qur’an berbeda pendapat. Allahu A’lam, hanya Allah yang mengetahui, itulah jawaban yang dikemukakan oleh para ulama abad pertama hingga abad ketiga. Tampaknya jawaban Allabu A’lam yakni Allah lebih mengetahui masih diangap jawaban yang relevan sampai saat ini, meskipun demikian jawaban itu masih dianggap kurang memuaskan.Pada ayat ini menggunakan isyarat jauh untuk menunjuk al-Qur’an. Semua ayat yang menunjuk kepada firman-firman Allah dengan nama al-Qur’an (bukan al-Kitab) yang mengarah pada isyarat dekat “hadzal Qur’an”. Penggunaan isyarat jauh ini bertujuan memberi kesan bahwa kitab suci ini berada dalam kedudukan tinggi dan sangat jauh dari jangkauan makhluk, karena ia bersumber dari Allah Yang Maha Tinggi Maha Bijaksana, sedang penggunaan kata “hadza ini” untuk menunjukkan betapa dekat tuntunan-tuntunannya pada fitrah manusia.Dalam hal ini pula yang dimaksud dengan orang-orang bertakwa adalah orang yang mempersiapkan jiwa mereka untuk menerima petunjuk atau yang telah mendapatkannya tetapi masih mengharapkan kelebihan, karena petunjuk Allah tidak terbatas. Dalam al-Qur’an disebutkan
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu dan lebib baik kesudahannya”. (QS. 99:76)
Pada Ayat ke-3 dari surah al-Baqarah ini mengisyaratkan bahwa yang bertaqwa hendaknya mengimani yang ghaib, mendirikan shalat, serta menafkahkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan-Nya.Yuqinun atau yakin adalah pengetahuan yang mantap tentang sesuatu dibarengi dengan tersingkirnya apa yang mengeruhkan pengetahuan itu, baik berupa keraguan maupun dalih-dalih yang dikemukakan lawan. Itu sebabnya pengetahuan Allah tidak dinamai mencapai tingkat yakin, karena pengetahuan Yang Maha Mengetahui itu sedemikian jelas sehingga tidak pernah sesat atau sedikitpun disentuh oleh keraguan. Berbeda dengan manusia yang yakin. Sebelum tiba keyakinannya, ia terlebih dahulu disentuh oleh keraguan, namun ketika ia sampai pada tahap yakin, maka keraguan yang tadinya ada langsung sirna.Mereka itulah orang-orang yang sungguh jauh dan tinggi kedudukannya berada di atas yakni memperoleh dengan mantap petunjuk dari Tuhan Pembimbing mereka dan mereka itulah orang beruntung “muflihun” memperoleh apa yang mereka dambakan.Dari hal diatas dapat dipahami bahwa surah al-baqarah ayat 1-5 ini sangat dalam pesan moralnya, dimana kalaulah dikaitkan dengan tujuan pendidikan itu sendiri dapat penulis simpulkan sebagai berikut:1. Menambah ketaqwaan manusia pada Allah2. Agar manusia mempercayai akan keberadaan Allah3. mewujudkan manusia yang banyak beramal shaleh4. Mewujudkan manusia yang percaya akan hari akhir5. Mewujudkan kesuksesan dalam hidup.
B. Surah A1i lmran: 138-139
138. (al Qur an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertagwa.139. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (Pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tingi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
Pada ayat 138 dalam surah Ali Imran ini mengandung pesan-pesan yang sangat jelas, bahwa al-Qur’an secara keseluruhan adalah penerangan yang memberi keterangan dan menghilangkan kesangsian serta keraguan bagi manusia, atau dengan kata lain ayat ini memberikan informasi tentang keutamaan al-Qur’an yang mengungkap adanya hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Kitab tersebut berfungsi mengubah masyarakat dan mengeluarkan anggotanya dari kegelapan menuju terang benderang dari kehidupan negative menuju kehidupan positif. Al-Qur’an memang adalah penerangan bagi seluruh manusia, petunjuk, serta peringatan bagi orang-orang yang bertaqwa.Pernyataan Allah ini adalah penjelasan bagi manusia, juga mengandung makna bahwa Allah tidak menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi tersebut. Dia tidak menyiksa manusia secara mendadak, karena ini adalah petunjuk, lagi peringatan.Pada ayat 139 ini membicarakan tentang kelompok pada perang uhud. Pada perang uhud mereka tidak meraih kemenangan bahkan menderita luka dan poembunuhan, dan dalam perang badar mereka dengan gemilang meraih kemenangan dan berhasil melawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka, maka itu merupakan bagian dari sunnatullah. Namun demikian, apa yang mereka alami dalam perang uhud tidak perlu menjadikan mereka berputus asa. Karena itu, janganlah kamu melemah menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan jasmanimu dan janganlah (pula) kamu bersedih akibat dari apa yang kamu alami dalam perang uhud, atau peristiwa lain yang seupa, kuatkanlah mentalmu. Mengapa kamu lemah atau bersedih padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) di sisi Allah, di dunia dan di akherat. Di dunia kamu memperjuangkan agama Allah itulah sebuah kebenaran, di akherat kamu mendapatkan surga Allah. Ini jika kamu orang-orang mukmin, yakni benar-benar keimanan telah mantap dalam hatimu.Bila kita kaitkan dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri dapat kita ketahui sebagai berikut1. Mewujudkan bimbingan pada manusia agar tidak binasa dengan hukum-hukum alam 2. Mewujudkan kebahagiaan pada hambanya 3. menjadikan manusia yang intelek dan mempunyai derajat yang tinggi
c. Surah al-Fath: 29
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan orang-orang mu’min).Allab menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pabala yang besar”. (QS. 48:29)
Pada ayat ini Allah menjelaskan sifat dan sikap Nabi Muhammad SAW beserta pengikut-pengikut beliau. Allah berfirman: Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang diutusnya membawa rahmat bagi seluruh alam dan orang-orang yang bersama dengannya yakni sahabat-sahabat Nabi serta pengikut-pengikut setia beliau adalah orang-orang yang bersikap keras yakni tegas tidak berbasa-basi yang mengorbankan akidahnya terhadap orang-orang kafir. Walau mereka memiliki sikap tegas itu namun mereka berkasih sayang antar sesama mereka. Mereka juga ruku’ dan sujud dengan tulus ikhlas karena Allah, senantiasa mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya yang agung.. demikian itulah sifat-sifat yang agung dan luhur serta tinggi. Demikian itulah keadaan orang mukmin pengikut Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan untuk orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh di antara mereka yang bersama Nabi serta siapapun yang mengikuti cara hidup mereka dapat mencapai kesempurnaan atau luput dari kesalahan atau dosa.Kalimat asyidda’u ‘ala al-kuffar sering kali dijadikan oleh sementara orang sebagai bukti keharusan bersikap keras terhadap non muslim. Kalaupun dipahami sebagai sikap keras, maka itu dalam konteks peperangan dan penegakan sanksi hukum yang dibenarkan agama. Ini serupa dengan firman-Nya
“… dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat …..” (QS. 24:2)Dari hal diatas dapat kita ketahui makna yang terkandung dari ayat diatas sbagai berikut1. Mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih saying sesama manusia2. Mewujudkan seorang hamba yang ahli sujud dan taubat3. Mewujudkan manusia yang selalu menyenangkan orang lain
d Surah al-Hajj: 41″(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan Zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan “. (QS. 22:47)
Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta mencegah dari yang munkar.Ayat di atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dalam surah Ali Imran, ayat 104 yang berbunyi
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”. (QS 3:104)
Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut1. Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran2. Mewujudkan manusia yang selalu bertawaqqal pada Allah.
e. Surah adz-Dzariyat: 56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.(QS. 59:50)
Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama (Aku). Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang di kandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah tidak melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Di sini penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepada-Nya semata-mata tanpa memheri kesan adanya keterlibatan selain Allah S WT.Didahulukannya penyebutan kata al jin/jin dari kata al-ins/manusia karena jin lebih dahulu diciptakan Allah dari pada manusia.Kaitannya dengan tujuan pendidikan itu sendiri dapat kita pahami sebagai berikut:Pertama, kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan. Tidak ada dalam wujud ini kecuali satu Tuhan dan selain-Nya adalah hamba-hamba-Nya.Kedua, Mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya mengarah hanya kepada Allah secara tulus. Dengan demikian, terlaksanalah makna ibadah.
f. Surah .Hud: 61″Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali kali tidak ada bagimu Ilah selain Dia Dia telah meciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya, karena itu mohanlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku amat dekat (rahmat Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba Nya)”. (QS. 11:61)
Setelah selesai kisah Ad kini giliran kisah suku Tsamud. Tsamud juga merupakan satu suku terbesar yang telah punah. Mereka adalah keturunan Tsamud Ibnu Jatsar, Ibnu Iram Ibnu Sam, Ibnu Nuh. Dengan demikian silsilah keturunan mereka bertemu dengan Ad pada kakek yang sama yaitu Imran.Kaum Tsamud pada mulanya menarik pelajaran berharga dari pengalaman buruk kaum Ad, karena itu mereka beriman kepada Allah SWT. Pada masa itulah, merekapun berhasil membangun peradaban yang cukup megah, tetapi keberhasilan itu menjadikan mereka lengah sehingga mereka kembali menyembah berhala serupa dengan berhala yang disembah kaum Ad. Ketika itulah Allah mengutus Nabi Shaleh as mengingatkan mereka agar tidak mempersekutukan Allah tetapi tuntunan dan peringatan beliau tidak disambut baik oleh mayoritas kaum Tsamud.Ayat ini mengandung perintah yang jelas kepada manusia –langsung maupun tidak langsung– untuk membangun bumi dalam kedudukannya sebagai khalifah, sekaligus menjadi alasan mengapa manusia harus menyembah Allah SWT semata-mata.Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:1. Mewujudkan seorang hamba yang shaleh2. Mewujudkan akan keesaan Tuhan3. Mewujudkan manusia yang ahli do’a4. Menunjukkan akan luasnya ilmu Tuhan
II. Subjek Pendidikan
a. Ar-Rahman: 1-4(Rabb) Yang Maha Pemurah, (QS. 55:1)Yang telab mengajarkan al Qur’an. (QS. 55:2)Dia menciptakan manusia, (QS. 55:3)Mengajarnya pandai berbicara (QS. 55:4)
Al-Qur’an adalah firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya, menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad SAW. Kata al-Qur’an dapat dipahami sebagai keseluruhan ayat-ayatnya yang enam ribu lebih itu, dan dapat juga digunakan untuk menunjuk walau satu ayat saja bagian dari satu ayat. Kata al-Insan disini mencakup semua jenis manusia, sejak Adam as. Hingga akhir zaman. AI-Bayan berarti jelas. Namun ia tidak terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka.Dimulainya surah ini dengan kata ar-Rahman bertujuan mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakui nikmat-nikmat dan beriman kepada Allah.Allah ar-Rahman yang mengajarkan al-Qur’an itu ialah yang menciptakan manusia, makhluk yang paling membutuhkan tuntunannya.
b. Surah an Nahl: 43-44
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS. 16:43)keteraqan-keterangan (mujizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya meraka memikirkan, (QS. 16:44)
Pada ayat ini diuraikan kesesatan pandangan kaum musyrikin menyangkut kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dalam penolakan terhadap apa yang diturunkan Allah SWT mereka selalu berkata bahwa manusia tidak wajar menjadi rasul atau utusan Allah, atau paling tidak ia harus disertai oleh malaikat. Nah, ayat ini menegaskan bahwa: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kepada umat manusia kapan dan di manapun kecuali orang-orang lelaki yakni jenis manusia pilihan, bukan malaikat yang Kami beri wahyu kepada mereka antara lain melalui malaikat Jibril. Maka wahai orang-orang yang ragu atau tidak tahu bertanyalah kepada ahl dzikr yakni orang-orang yang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui.Kata ahl dzikr pada ayat ini dipahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi infonnasi tentang kemanusiaan para rasul yang diutus Allah. Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada informasi al-Qur’an sebab mereka juga termasuk yang tidak mempercayainya, kendati demikian persoalan kemanusiaan para rasul, mereka akui. Ada juga yang memahami istilah ini dalam arti sejarawan, baik muslim ataupun non muslim.Walaupun penggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum, maka ia dapat dipahami pula sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapapun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.Ayat di atas mengubah redaksinya dari persona ketiga menjadi persona kedua yang ditujukan langsung kepada mitra bicara, dalam hal ini adalah Nabi Muhammad SAW. Agaknya hal ini mengisyaratkan penghormatan kepada beliau dan bahwa beliau termasuk dalam kelompok rasul-rasul yang diutus Allah, bahkan kedudukan beliau tidak kurang.Penyebutan anugerah Allah kepada Nabi Muhammad secara khusus dan bahwa yang dianugerahkan-Nya itu adalah adz-dzikr mengesankan perbedaan kedudukan beliau dengan para nabi dan para rasul sebelumnya. Dalam konteks ini Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak seorang nabipun kecuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang menjadikan manusia percaya padanya. Dan sesungguhnya aku dianugerahi wahyu (al-Qur’an) yang bersifat immaterial dan kekal sepanjang masa, maka aku mengharap menjadi yang paling banyak pengikutnya di hari kemudian”. (HR.Bukhori).Ayat ini juga menugaskan Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan al-Qur’an. Bayan atau penjelasan Nabi Muhammad itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Memang as-Sunah mempunyai fungsi yang berhubungan dengan al-Qur’an dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hokum syara’. Ada dua fungsi penjelasan Nabi Muhammad dalam kaitannya dengan al-Qur’an yaitu Bayan Ta’kid dan Bayan Tafsir. Yang pertama sekedar menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, sedang yang kedua memperjelas, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an.
c. Surah al-Kahf: 66Musa berkata kepada Khidhr “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu” (QS. 18: 66)
Dalam pertemuan kedua tokoh pada ayat ini diceritakan Nabi Musa yang terkesan banyak menanyakan sesuatu kepada salah satu hamba Allah yang memiliki ilmu khusus. Sementara jawaban dari orang tersebut menyatakan bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup untuk sabar bersamanya. Dan bagaimana Nabi Musa dapat sabar atas sesuatu, sementara ia belum menjangkau secara menyeluruh beritanya.Ucapan hamba Allah ini, memberi isyarat bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan rnemberi tahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, bahkan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang ilmu yang akan dipelajarinya.
III. Objek Pendidikan
a Surah asy-Syu’ara: 214“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” QS. 26: 214)
Ketika ayat ini turun, Rasul SAW naik ke puncak bukit Shafa, di Mekah, lalu menyeru keluarga dekat beliau dari keluarga besar ‘Ady dan Fihr yang berinduk pada suku Quraisy. Semua keluarga hadir atau mengirim utusan. Abu Lahab pun datang, Ialu Nabi SAW bersabda: “bagaimana pendapat kalian, jika aku berkata bahwa:di belakang lembah ini ada pasukan berkuda bermaksud menyerang kalian, apakah kalian mempercayai aku?” mereka berkata: “Ya, kami belum pernah mendapatkan darimu kecuali kebenaran”. Lalu Nabi bersabda: “Aku menyampaikan kepada kamu semua sebuah peringatan, bahwa di hadapan sana (masa datang) ada siksa yang pedih”. Abu Lahab yang mendengar sabda beliau itu, berteriak kepada Nabi SAW berkata: “celakalah engkau sepanjang hari, apakah untuk maksud itu engkau mengumpulkan kami?” Maka turunlah surah Tabbat Yada Abi Lahab” (HR.Bukhori, Muslim, Ahmad dan lain-lain melalui Ibn Abbas).Demikianlah ayat ini mengajarkan kepada rasul SAW dan umatnya agar tidak pilih kasih, atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti Nabi Muhammad SAW dan keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada rasul SAW, karena semua adalah hamba Allah, tidak ada perbedaan antara keluarga atau orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, maka itu disebabkan karena keberhasilan mereka mendekat kepada Allah dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.
b. Surah an Nisa: 170Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dan Rabbmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan .Allah sedikitpun) karena sesunguhnya apa di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS 4: 170)
Rasul SAW telah membawa kebenaran dari Allah sambil membuktikan keliruan bahkan kesesatan pandangan ahl kitab, kini menjadi sangat wajar menyampaikan ajakan kepada seluruh manusia bukan hanya ahl kitab: wahai seluruh manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu rasul yakni Muhammad SAW, dengan membawa tuntunan al-Qur’an dan syari’at yang mengandung kebenaran dari Tuhan Pembimbing dan Pemelihara kamu, maka karena itu berimanlah dengan iman yang benar. Itulah, yakni keimanan itu yang baik bagimu. Dan jika kamu terus menerus kafir, maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun, tidak juga mengurangi kekuasaan dan kepemilikan-Nya, karena sesurgguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah di bawah kendali-Nya.Kehadiran rasul yang dinyatakan dating kepadamu, serta pernyataan bahwa yang beliau bawa adalah tuntunan dari Tuhan pembimbing dan pemelihara kamu dimaksudkan sebagai rangsangan kepada mitra bicara, agar menerima siapa yang datang dan menerima apa yang di bawanya.
IV. Kewajiban Belajar Mengajar
a Surah al-Ankabut: 19-20
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali).Sesungguhnya.yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS. 29: 99)Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya.Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 29: 20)
Allah yang memulai penciptaan dipahami dalam arti “Dia Yang menciptakan segala sesuatu pertama kali dan tanpa contoh sebelumnya”. Ini mengadung arti bahwa Allah ada sebelum sesuatu itu ada. Dia yang mencipta dari tiada, maka wujudlah segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.Allah yang pertama kali mewujudkan sesuatu kalau bukan Dia siapa lagi yang mewujudkankannya? Sebagaimana firman-Nya:
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri) (QS. 52:35)
Begitu antara lain al-Qur’an membuktikan wujud Allah dan sifat-Nya sebagai Mubdi’.Sebenarnya menciptakan pertama kali, sama saja bagi Allah dengan menghidupkan kembali. Keduanya adalah memberi wujud kepada sesuatu. Kalau pada penciptaan pertama yang wujud belum pernah ada, dan ternyata dapat wujud, maka penciptaan kedua juga memberi wujud dan ini dalam logika manusia tentu lebih mudah serta lebih logis dari pada penciptaan pertama itu.Kaum musyrikin terheran mendengar pernyataan al-Qur’an bahwa setelah kematian mereka akan dihidupkan lagi:
Dan mereka berkata: “Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru” (QS. 17:49)
Al-Qur’an memerintahkan Nabi Muhammad SAW menjawab mereka:
Katakanlah: “Jadilah kamu sekalian batu atau besi, (QS. 17:50)atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu”. Maka mereka akan bertanya “Siapa yang akan menghidupkan kami kembali”. Katakanlah: “Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama”. Lalu mereka akan menggelenggelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: “Kapan (akan terjadi)”Katakanlah: “Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat”. (QS. 17:51)
Dari ayat tersebut di atas (al-Ankabut: 20) memerintahkan untuk melakukan perjalanan, dengannya seseorang akan menemukan banyak pelajaran berharga baik melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam, maupun dari peninggalan lama yang masih tersisa puing-puingnya. Pandangan kepada hal-hal itu akan mengantarkan seseorang yang menggunakan akalnya untuk sampai kepada kesimpulan bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini, dan bahwa di balik peristiwa dan ciptaan itu, wujud satu kekuatan dan kekuasaan Yang Maha Besar lagi Maha Esa yaitu Allah SWT:
V. Metode Pendidikana Surah al-Maidah: 67
Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu hendak menyampatkan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dan gangguan) manusia Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS. 5: 67)
Ar-Razi berpendapat, bahwa ayat ini merupakan janji Allah kepada nabi-Nya Muhammad SAW bahwa beliau akan dipelihara Allah dari gangguan dan tipu daya orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena ayat-ayat yang mendahuluinya demikian juga sesudahnya berbicara tentang mereka.Thahir ibn Asyur menambahkan bahwa ayat ini mengingatkan rasul agar menyampaikan ajaran agama kepada ahl kitab tanpa menghiraukan kritik dan ancaman mereka, apalagi teguran-teguran pada ayat-ayat yang lalu merupakan teguran yang keras. Teguran keras ini pada hakikatnya tidak sejalan dengan sifat nabi yang cenderung memilih sikap lembut, bermujadalah dengan yang terbaik. Tetapi di sini Allah memerintahkan bersikap lebih tegas menerapkan pengecualian yang diperintahkan-Nya pada Qur’an surah an-Nisa ayat 148:
Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 4: 148)
b. Surah al A’raf: 176-177
Dan kalau Kami menghendaki; sesungguhnya Kami tingikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan bawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami Maka ceritakanlan (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir (QS. 7:176)Amat buruklah perummpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (QS. 7:177)
Ayat ini menguraikan keadaan siapapun yang melepaskan diri dari pengetahuan yang telah dimilikinya. Allah SWT menyatakan bahwa sekiranya Kami menghendaki, pasti Kami menyucikan jiwanya dan meninggikan derajatnya dengannya yakni melalui pengamalannya terhadap ayat-ayat itu, tetapi dia mengekal yakni cenderung menetap terus menerus di dunia menikmati gemerlapnya serta merasa bahagia dan tenang menghadapinya dan menurutkan dengan antusias hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya adalah seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.
VI. Evaluasi Pendidikan
a. Surah al-Baqarah: 184
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertextu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblab baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya jika mereka tidak berpuasa), membayar fidyab, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebib baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetabui. (QS. 2: 184)
REFERENSI
Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001)
_______________, Tafsir al-Qur-an al-Karim ( Bandung: : Pustaka Hidayah, 1997)
Departemen agama, al-Qur’an dan Tafsirnya ( Jakarta: Proyek pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1990)
Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1992)
Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi ( Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974)

Tarbiyah Jasadiyah

Al Qur’an memperhatikan dan menekankan di beberapa ayat akan pentingnya membentuk jasmani yang kuat, sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wata'ala, artinya,
“Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat fisiknya lagi dapat dipercaya.” (QS. Al Qashash: 26).

Senada dengan ayat di atas, terdapat pula ayat di mana Allah Subhaanahu Wata'ala menjelaskan tentang Thalut penguasa Bani Israil, yaitu firman Allah Subhaanahu Wata'ala, artinya,
“...(Nabi mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” (QS. Al Baqarah: 247).

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga telah menekankan urgensi kekuatan bagi seorang mukmin dengan segala maknanya, sebagaimana sabda beliau,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah.” (HR. Muslim).

Ada beragam cara untuk membina jasmani yang sehat dan kuat. Baik berupa permainan maupun olahraga. Di antaranya adalah seperti yang pernah dilakukan atau diperintahkan oleh Rasulullah Subhaanahu Wata'ala, antara lain:
1. Memanah
Uqbah bin Amir Radhiyallahu 'Anhu selalu ingin latihan memanah padahal beliau telah lanjut usia, sehingga pernah ada yang mengatakan kepadanya, “Anda mengerjakan itu padahal Anda telah lanjut usia dan itu memberatkan Anda.” Beliau menjawab, “Kalau bukan karena sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, aku tidak akan mengerjakannya lagi. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ عَلِمَ الرَّمْىَ ثُمَّ تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى
“Barangsiapa yang tahu memanah kemudian meninggalkannya, maka ia bukan golongan kami—atau beliau bersabda, “Maka ia telah berbuat maksiat.” (HR. Muslim).

Disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwa Ismail 'Alaihissalam adalah seorang pemanah. Demikian pula dengan nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga adalah seorang pemanah ulung.

Uqbah Radhiyallahu 'Anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda—saat itu beliau berada di atas mimbar,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْىُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْىُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْىُ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah, kekuatan itu adalah dengan melempar—beliau mengucapkannya tiga kali).” (HR. Muslim).

Melempar dalam hadits ini bisa bermakna memanah, menombak, dan menembak dengan berbagai jenis senjata.

2. Bermain Tombak
Aisyah—radhiyallahu ‘anha—berkata, “Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berdiri di depan pintu kamarku, sedangkan utusan Habasyah (Etiopia) mengadakan permainan dengan tombak mereka di masjid.....” (HR. Bukhari dan Muslim).

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Bermain tombak, bukan hanya sekadar permainan belaka. Namun di dalamnya ada unsur melatih keberanian untuk berperang dan persiapan menghadapi musuh.” (Fathul Bari, 1/549).

Saat sekarang, ada berbagai jenis senjata yang dapat digunakan untuk berlatih, di antaranya adalah pedang, golok, toya, double stick, dan sebagainya. Seorang Muslim dituntut mampu menggunakan setidaknya salah satu dari berbagai jenis senjata yang ada.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mempunyai pasukan tangguh yang berasal dari Muhajirin dan Anshar. Beliau memiliki bala tentara yang terkenal, seperti Zubair bin Awwam, Abu Ubaidah Al Jarrah, Khalid bin Walid, Abdullah bin Rawahah dan banyak lagi selain mereka—ridhwanullahi ‘alihim ajma’in. Untuk bisa seperti mereka, tidak ada upaya yang bisa mengantarkannya kecuali latihan yang serius.

3. Adu Kekuatan (Gulat/Sparing)
Dalam sirahnya, Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa ada seorang yang berbadan kuat di kota Makkah bernama Rukanah. Manusia banyak yang mendatanginya untuk bergulat. Suatu hari, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berada di dataran yang luas, lalu datang Rukanah menghadap beliau dengan membawa anak-anak kambingnya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata kepadanya, “Wahai Rukanah, bertakwalah kepada Allah, apakah kamu tidak mau menyambut dakwahku?” Rukanah balik bertanya, “Apakah ada bukti untuk kejujuranmu?” Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab, “Iya. Bagaimana menurutmu jika aku bisa mengalahkanmu dalam gulat, apakah kamu mau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?” “Iya. Mari kita bergulat,” jawab Rukanah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam kemudian mengambil kuda-kuda untuk mulai bergulat. Beliau bergulat dengan sigap hingga membuat Rukanah terheran-heran dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dapat mengalahkannya dalam waktu singkat. Rukanah meminta diulang hingga tiga kali. Namun Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallamtetap memenangkan gulat tersebut hingga Rukanah bersedia menyatakan masuk Islam.

Bayangkan, jika seorang non Muslim menantang Anda bergulat atau jenis adu kekuatan lainnya dengan taruhan, jika kalah dia akan masuk Islam, siapkah Anda memanfaatkan peluang ini? Ternyata, fisik yang kuat pun bisa menjadi penunjang dakwah seorang dai.

4. Renang
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
”Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.”(HR. An-Nasai, lihat Silsilah shahih : 309).

Umar bin Khatthab Radhiyallahu 'Anhu berkata, “Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah, dan perintahkanlah mereka untuk melompat ke atas kuda.”

Tidak ada jenis olahraga yang dapat menguatkan tulang, melenturkan urat saraf dan menambahkan ketangkasan seperti olahraga renang. Berenang melibatkan semua otot di seluruh bagian tubuh. Semua organ vital, seperti jantung dan paru-paru ikut terlatih. Ini sangat menyehatkan dan membuat tubuh bertambah bugar. Daya tahan tubuh pun meningkat. Renang membuat otot dada dan paru-paru mengembang yang membuat kapasitasnya makin besar. Berenang sangat efektif membakar lemak. Berdasarkan penelitian, sekitar 25% kalori bisa terbakar dengan berenang.

5. Menunggang Kuda
Dulu, mengunggang kuda adalah salah satu penopang peperangan yang dapat mengantarkan kemenangan, sehingga dengan urgensi tersebut, Islam menyebutkannya dalam al Qur’an dan sunnah panglima perang generasi pertama—Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Firman Allah Subhaanahu Wata'ala, artinya,

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al Anfal: 60).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, “Memanahlah dan paculah kuda.” (HR. Muslim).

Para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah adalah orang-orang yang paling sempurna dan lihai menunggang kuda. Mereka membuka hati dengan hujjah dan petunjuk. Menaklukkan negara dengan pedang dan senjata. Kelihaian menunggang kuda pada zaman modern sekarang ini, bisa diqiyaskan dengan kemampuan mengendarai berbagai jenis kendaraan.

Tafsir Ayat tentang Tujuan Pendidikan

TAFSIR AYAT-AYAT PENDIDIKAN TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN
I. PENDAHULUAN
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular.
Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan pendidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan dalam Islam dapat diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.
II. PEMBAHASAN
1. Kandungan Al-Qur’an Surat al-Dzariyat [51] ayat 56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. al-Dzariyat [51] : 56)
Ayat ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas. Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah ghoiru mahdloh. Ibadah mahdloh adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti halnya sholat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala bentuk aktivitas manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Segala aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (رواه ابن عبد البر)
“Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan perempuan” (H.R Ibn Abdulbari)
من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل الله حتى يرجع (رواه الترمذى)
“Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. (H.R. Turmudzi)
Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi, yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya. Kedua fungsi tersebut juga dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut, “…’Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…” [Q.S Al-Baqarah(2): 30]. Ketika Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang memiliki tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”. Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina imaama).
Untuk memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu; itba’ syariatillah (mengikuti ajaran Allah yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits) dan sekaligus itiba’ sunnatullah (mengikuti aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini), Orang yang itiba’ sunnatullah adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi orang-orang yang bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiki profil sebagai itba’ syaria’tillah sekaligus itba’ sunnatillah, juga mampu menjadi pemimpin, penggerak, pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang yang bertaqwa.
2. Kandungan Al-Qur’an Surat al-Baqarah [2] ayat 247
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 247)
Ayat ini menerangkan mengenai kisah pengangkatan Thalut sebagai raja Bani Israil. Allah menceritakan kisah ini dengan sangat indah, dimana orang yang berpendidikan dan mempunyai fisik kuatlah yang pantas menjadi pemimpin dan melaksanakan titah sebagai khalifah fil ardl.
Nabi Syamuil mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah SWT telah mengangkat Thalut sebagai raja. Orang-orang Bani Israil tidak mau menerima Thalut sebagai raja dengan alasan, bahwa menurut tradisi, yang boleh dijadikan raja itu hanyalah dari kabilah Yahudi, sedangkan Thalut sendiri adalah dari kabilah Bunyamin. Lagi pula disyaratkan yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan, sedang Thalut sendiri bukan seorang hartawan. Oleh karena itu secara spontan mereka membantah, “Bagaimana Thalut akan memerintah kami, padahal kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja?”
Nabi Syamuil menjawab bahwa Thalut diangkat menjadi raja atas pilihan Allah SWT karena itu Allah menganugerahkan kepadanya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa sehingga ia mampu untuk memimpin Bani Israil. Dari ayat ini diambil pengertian bahwa seorang yang akan dijadikan raja ataupun pemimpin itu hendaklah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kekuatan fisik sehingga mampu untuk melaksanakan tugasnya sebagai kepala negara.
2. Ilmu pengetahuan yang luas, mengetahui di mana letaknya kekuatan umat dan kelemahannya, sehingga dapat memimpinnya dengan penuh kebijaksanaan.
3. Kesehatan jasmani dan kecerdasan pikiran.
4. Bertakwa kepada Allah supaya mendapat taufik daripada-Nya untuk mengatasi segala kesulitan yang tidak mungkin diatasinya sendiri kecuali dengan taufik dan hidayah-Nya.
Manusia sebagai khalifah di bumi bisa melaksanakan amanah memakmurkan bumi jika manusia tersebut mempunyai 4 karakter diatas. Karakter-karakter tersebut hanya bisa diperoleh dengan pendidikan yang baik dan usaha yang terus menerus. Pendidikan jasmani akan menghasilkan raga yang sehat, kuat dan tangguh. Pendidikan rohani akan menghasilkan pengetahuan yang luas, akhlak yang baik dan ketaqwaan kepada Sang Kholik. Kedua jenis pendidikan ini saling terkait dan sama pentingnya untuk menghasilkan manusia-manusia paripurna yang bisa mengemban amanat sebagai khalifah. Adapun harta kekayaan tidak dimasukkan menjadi syarat untuk menjadi raja (pemimpin) karena bila syarat-syarat yang empat tersebut telah dipenuhi, maka mudahlah baginya untuk mendapatkan harta yang diperlukan sebab Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Hujair A.H. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.
1. Kandungan Al-Qur’an Surat al-Qashash [28] ayat 26
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
Rupanya orang tua itu (Nabi Syuaib) tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak pula mempunyai pembantu. Oleh sebab itu yang mengurus semua urusan keluarga itu hanyalah kedua putrinya saja, sampai keduanya terpaksa menggembala kambing mereka, di samping mengurus rumah tangga. Terpikirlah salah seorang putri itu untuk memintanya supaya datang memenuhi undangan bapaknya alangkah baiknya kalau Musa yang nampaknya amat baik sikap dan budi pekertinya dan kuat tenaganya diangkat menjadi pembantu di rumah ini. Putri itu mengusulkan kepada bapaknya angkatlah Musa itu sebagai pembantu kita yang akan mengurus sebagian urusan kita sebagai penggembala kambing, mengambil air dan sebagainya. Saya lihat dia seorang yang jujur dapat dipercaya dan kuat juga tenaganya. Usul itu berkenan di hati bapaknya, bahkan bapaknya bukan saja ingin mengangkatnya sebagai pembantu, malah ia hendak mengawinkan putrinya itu dengan Musa dan sebagai maharnya Musa harus bekerja di sana selama delapan tahun dan bila Musa menyanggupi sepuluh tahun dengan suka rela itulah yang lebih baik.
Ayat di atas mengisahkan mengenai pelarian Nabi Musa dari kejaran tentara Fir’aun untuk dibunuh hingga akhirnya bertemu dengan dua putri dari Nabi Syuaib dan membantunya mengambilkan air minum untuk ternaknya. Nabi Syuaib adalah seorang pemuka agama dan masyarakat di negeri Madyan. Konon Nabi Musa adalah seorang yang gagah perkasa, kuat, pandai memimpin dan jujur lagi dapat dipercaya. Karena sifat-sifat terpuji itulah yang membuat anak gadis Nabi Syuaib terkesima dan Nabi Syuaib juga berencana menikahkan salah satu diantara anak gadisnya dengan Nabi Musa.
Ibnu Taimiyah dalam bukunya as-Syiasah Asyriyyah merujuk pada ayat di atas, demikian juga ucapan penguasa Mesir ketika memilih dan mengangkat Nabi Yusuf A.S sebagai kepala badan logistik negara. “Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia (Yusuf), dia berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari Ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami” (Q.S. Yusuf [12] : 54). Hal ini menegaskan bahwa pentingnya kedua sifat tersebut, yaitu kuat dan dipercaya, untuk dimiliki oleh orang yang diberi amanat mengemban tugas berat.
Pengertian kuat disini adalah kekuatan dalam berbagai aspek dan bidang. Oleh karena itu terlebih dahulu harus dilihat bidang apa yang akan ditugaskan kepada yang dipilih. Sedangkan kepercayaan tersebut diatas yang dimaksud adalah integritas pribadi dari orang yang diberi amanat. Di zaman modern sekarang ini diperlukan orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing dan mempunyai integritas pribadi yang unggul dan terpuji guna mengembangkan segala aspek kehidupan yang lebih bermakna. Diharapkan orang mukmin mempunyai spesialisasi tertentu di bidang iptek dan punya integritas pribadi tangguh untuk mengembangkan ummat Islam menuju kejayaan. Mukmin kuat dalam berbagai bidang lebih baik dibandingkan dengan mukmin lemah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Dari Abu Hurairah R.A bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan masing-masing mempunyai kebaikan. Gemarlah kepada hal-hal yang berguna bagimu. Mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, jangan berkata: Seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan begitu. Tetapi katakanlah: Allah telah mentakdirkan dan terserah Allah dengan apa yang Dia perbuat. Sebab kata-kata seandainya membuat pekerjaan setan.” (H.R. Muslim).
1. Kandungan Al-Qur’an Surat Ali Imron [3] ayat 19
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Ayat diatas menunjukkan sebagai berita dari Allah SWT yang menyatakan bahwa tidak ada agama yang diterima dari seseorang di sisi-Nya selain Islam, yaitu mengikuti para Rasul yang diutus oleh Allah SWT di setiap masa, hingga diakhiri dengan Nabi Muhammad SAW yang membawa agama yang menutup semua jalan lain kecuali jalan yang telah ditempuhnya. Karena itu, barangsiapa yang menghadap kepada Allah – sesudah Nabi Muhammad SAW diutus – dengan membawa agama yang bukan syariatnya, maka hal itu tidak diterima oleh Allah.
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas membaca firman Allah diatas dengan innahu yang di-kasrah-kan dan anna di-fathah-kan, artinya “Allah telah menyatakan, begitu pula para malaikat dan orang-orang berilmu, bahwa agama yang diridloi di sisi Allah adalah Islam”. Sedangkan menurut jumhur ulama’, mereka membacanya kasrah, yaitu ‘innad diina’ sebagai kalimat berita. Bacaan tersebut kedua-duanya benar, tetapi menurut bacaan jumhur ulama lebih kuat.
Kemudian Allah SWT memberitakan bahwa orang-orang yang telah diberikan Al-Kitab kepada mereka di masa-masa yang lalu, mereka berselisih pendapat hanya setelah hujjah ditegakkan atas mereka, yakni sesudah para Rasul diutus kepada mereka dan kitab-kitab samawi diturunkan buat mereka. Sebagian dari mereka merasa dengki terhadap sebagian yang lainnya, lalu mereka berselisih pendapat dalam perkara kebenaran. Hal tersebut terjadi karena terdorong oleh rasa dengki, benci dan saling menjatuhkan, hingga sebagian dari mereka berusaha menjatuhkan sebagian yang lain dengan menentangnya dalam semua ucapan dan perbuatannya, sekalipun benar. Terhadap orang-orang yang ingkar kepada ayat-ayat Allah yang telah diturunkan, maka sesungguhnya Allah akan membalas perbuatannya dan melakukan perhitungan terhadapnya atas kedustaannya itu, dan akan menghukumnya akibat ia menentang Kitab-Nya.
Keterangan di atas menunjukkan kedengkian dan kebencian umat Yahudi dan Nasrani terhadap umat Islam pada zaman sekarang setelah hujjah dan penjelasan datang pada mereka tentang kebenaran Islam. Walaupun mereka diberi akal dan pengetahuan oleh Allah SWT, tetapi karena hatinya tertutup oleh rasa sombong dan dengki terhadap Islam sehingga tidak mau menerima kebenaran Islam. Pengetahuan yang mereka peroleh digunakan untuk menuruti hawa nafsu mereka belaka, seperti dapat kita lihat di negara-negara yang mayoritas penduduknya Yahudi dan Nasrani. Pengetahuan yang telah diperoleh untuk memperkaya diri, menyombongkan diri bahkan saling berusaha menguasai dan menjajah diantara satu dengan lainnya dalam segala bidang kehidupan. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh kering dari makna serta membuat semakin kehilangan arah ke-ilahi-an dan miskin dimensi transendental.
Tujuan pendidikan ala Al-Qur’an jelas beda dengan konsep pendidikan di Barat yang mengedepankan materialistik. Dengan bekal pendidikan dan pengetahuan yang didapat dari proses belajar-mengajar secara Islami diharapkan akan terbentuk muslim yang lebih tangguh, berpengetahuan luas dan yakin akan kebenaran ajaran Islam. Pengetahuan yang didapatpun akan lebih didayagunakan untuk kemaslahatan umat Islam pada khususnya dan rahmatan lil alamin pada umumnya.
III. ANALISIS KRITIS AYAT-AYAT TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan adalah suatu yang diharapakan tercapai setelah sesuatu kegiatan selesai atau tujuan adalah cita, yakni suasana ideal itu nampak yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of education). Adapun tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pendidikan, juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai pendidikan yang notabenenya Islam, maka tentunya dalam merumuskan tujuan harus selaras dengan syari’at Islam. Adapun rumusan tujuan pendidikan Islam yang disampaikan beberapa tokoh adalah :
1. Ahmad D Marimba; tujuan pendidikan Islam adalah; identiuk dengan tujuan hidup orang muslim. Tujuan hidup manusia munurut Islam adalah untuk menjadi hamba allah. Hal ini mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya .
2. Dr. Ali Ashraf; “tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya”.
3. Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”
4. Syahminan Zaini; “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian teguh”.
Dari berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
IV. KESIMPULAN
Dari uraian dan penjelasan di atas, pemakalah menyimpulkan :
1. Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang sadar akan tujuan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata, selain itu dalam setiap gerak langkahnya selalu bertujuan memperoleh ridho dari Yang Maha Kuasa.
2. Pendidikan Islam mempunyai misi membentuk kader-kader khalifah fil ardl yang mempunyai sifat-sifat terpuji seperti amanah, jujur, kuat jasmani dan mempunyai pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang. Diharapkan akan terbentuk muslim yang mampu mengemban tugas sebagai pembawa kemakmuran di bumi dan “Rahmatan Lil Alamin“.
3. Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Wallahu ‘alam bisshowab
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasy M. Athiyah, 1968, At-Tarbiyah al-Islamiyah (terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry) , Jakarta : Bulan Bintang.
Al-Abrasy M. Athiyah, 1969, At-Tarbiyah al-Islamiyah wal Falsafatuha, Isa al-Baby al-Halaby, Qahirah
Al-Attas An Naquib, 1988, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung : Mizan.
Ali Ashraf, 1989, Horison Baru Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta : Pustaka Firdaus.
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, 1995, Bulughul Maram, (terj; H. Mahrus Ali), Mutiara Ilmu , Surabaya
Azra. Azyumardi, 2002, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Drs. H. Moh. Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha Putra
M. Quraisy Shihab, 2002, Tafsir al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati
Marimba, Ahmad D, 1989, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif.
Sanaky, Hujair AH, 2003, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI.
Syahminan Zaini, 1986, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka al-Husna.
http://ccc.1asphost.com/assalamtafsir/Alquran_Tafsir.asp
http://kahmiuin.blogspot.com/2007/08/konsep-pendidikan-dalam-al-quran-dan.html
. M. Quraish Shihab, Terjemah Tafsir Al-Mishbah juz, (dikutip dari Syeh Muhammad Abduh) juz 13
. Drs. H. Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha Putra, hlm 13
. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, hal.33
. http://kahmiuin.blogspot.com/2007/08/konsep-pendidikan-dalam-al-quran-dan.html
. http://ccc.1asphost.com/assalamquran/Alquran_surah.asp?pageno=13&SuratKe=2#247
. Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, hal. 142
. http://ccc.1asphost.com/assalamtafsir/Alquran_Tafsir.asp?pageno=2&SuratKe=28#27
. M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah Vol 10, Jakarta : Lentera Hati, 2002
. Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, (terjemah Bulughul Maram, hadits no 1554, hlm 669)
. Bahrun Abu Bakar, L.C, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir juz 3, hlm 315
. ibid, hlm 315

Jumat, 16 Oktober 2009

studi alquran

Kajian Al-Qur'an

Pusat Studi al-Quran (PSQ) merupakan sebuah lembaga pendidikan dan kajian al-Quran di bawah pimpinan M. Quraish Shihab, yang diresmikan berdirinya pada tanggal 18 September 2004. Kehadiran lembaga ini dilatar belakangi oleh keprihatinan akan ketertinggalan studi al-Quran di Indonesia, dan di samping itu oleh kenyataan adanya sekelompok orang yang berminat mempelajari al-Quran dengan sungguh-sungguh untuk memahami isinya, bahkan orang-orang yang dengan tekun menghafalkan al-Quran ayat demi ayat. Terdorong oleh kenyataan tersebut, Pusat Studi al-Quran (PSQ) didirikan untuk memberikan dukungan dan pelayanan kepada masyarakat, khususnya peminat kajian al-Quran, agar nilai-nilai al-Quran dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan maksud tersebut, salah satu kegiatan Pusat Studi al-Quran (PSQ) adalah Halaqah Tafsir yang bersifat komprehensif. Dalam kegiatan ini akan dikaji berbagai tema yang terkandung di dalam kitab suci al-Quran, dengan menggunakan metode-metode yang dikembangkan oleh para mufassir, khususnya metode tahlili dan metode maudhu’i. Dengan metode yang tepat, kitab suci al-Quran dapat kita pahami kandungannya, sehingga dapat menjadi petunjuk dan pedoman untuk diamalkan dalam kehidupan kita. “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Quran untuk dijadikan pelajaran, maka adakah yang hendak mengambil pelajaran?” (QS. 54: 17).

Awalnya, program kajian PSQ bagi masyarakat ada dua bentuk, yaitu Pengajian Dwi-Rabuan yang bersifat terbuka dan rutin tiap hari Rabu dua minggu sekali, serta Paket Kajian yang bersifat terbatas dan terjadwal dengan waktu dan tema tertentu. Nah, demi efektivitas dan kemudahan bagi masyarakat, mulai tahun 2008 dua kegiatan tersebut dilebur menjadi Halaqah Tafsir yang dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan tiap hari Rabu seminggu sekali.

MATERI PEMBAHASAN

Komposisi materi yang diangkat pada kegiatan ini adalah:

1. Tafsir Tahlili, sebuah metode tafsir yang membahas ayat per ayat dalam al-Quran secara rinci. Materi pembahasan ini merujuk pada Tafsîr al-Mishbâh karya M. Quraish Shihab, dimulai dari Sûrah An-Nisâ’ yang diklasifikasi sesuai pokok persoalannya untuk masing-masing sesi, dari persoalan kejadian manusia, etika dalam keluarga, sampai ketentuan hukum sosial kemasyarakatan yang berlandaskan nilai-nilai ketuhanan.

2. Tafsîr Maudhû’i, sebuah metode tafsir yang pembahasannya berangkat dari pokok-pokok persoalan tertentu yang kemudian dirujukkan pada teks-teks al-Quran yang terkait. Dengan ini, kita tahu bagaimana al-Quran berbicara tentang segala persoalan yang dihadapi manusia, baik persoalan keagamaan, sosial, ekonomi, bahkan politik.

3. ‘Ulûmul Qurân, yaitu pengenalan tentang wawasan dasar ilmu al-Quran sebagai landasan kerangka pemahaman terhadap al-Quran. Dalam hal ini, pembahasan akan mencakup persoalan wahyu dan kenabian, sejarah tafsir al-Quran, sampai kaidah-kaidah dasar untuk memahami ayat-ayat al-Quran.

NARASUMBER

Yang menjadi narasumber kegiatan ini adalah para pakar yang tergabung dalam Dewan Pakar PSQ, di antaranya:

1. Prof. Dr. M. Quraish Shihab

2. Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA.

3. Prof. Dr. A. Thib Raya, MA.

4. Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA.

5. Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.

6. Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, MA.

7. Prof. Dr. M. Amin Summa, MA.

8. Prof. Dr. Hasanuddin AF, MA.

9. Prof. Dr. Huzaemah Tahido, MA.

10. Dr. Ahsin Muhammad

11. Dr. Faizah Ali Sibromalisi

12. Dr. A. Wahib Mu’thi, MA.

13. Dr. Muchlis M. Hanafi, dan Dewan Pakar lainnya.

WAKTU & TEMPAT

Program ini dilaksanakan setiap hari Rabu, jam 10.00-12.00 WIB, di Pusat Studi al-Quran (PSQ), Jl. Kertamukti No. 63 Pisangan, Ciputat, Tangerang 15419, Tlp. 021-7421661, Fax. 021-7421822, email: info@psq.or.id.

LAIN-LAIN

Halaqah Tafsir ini bersifat terbuka untuk umum dan peserta tidak dipungut biaya. Demikian, informasi lebih lanjut bisa menghubungi alamat kantor PSQ seperti tersebut di atas.

Al Quran: Keutamaan, kedudukan dan posisinya sebagai sumber syariat Islam.

Alquran adalah firman Allah. Muncul dari zat-Nya dalam bentuk perkataan yang tidak dapat digambarkan. Diturunkan kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu. Orang-orang mukmin mengimaninya dengan keimanan yang sebenar-benarnya. Mereka beriman tanpa keraguan, bahwa Alquran adalah firman Allah dengan sebenarnya. Bukan ciptaan-Nya, seperti layaknya perkataan makhluk, barang siapa mendengarnya dan menganggap sebagai perkataan manusia, maka ia telah kafir.

Allah swt. memberikan sifat kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya Alquran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji". (Fushshilat: 41-42) Di dalam ayat yang lain Allah juga mensifatinya dengan firman-Nya: "(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu". (Huud: 1).

Sungguh ayat-ayat Alquran ini sangat cermat dan teliti, jelas dan terperinci, yang telah ditetapkan oleh yang Maha Bijaksana, dan yang telah diuraikan oleh yang Maha Tahu. Kitab ini akan terus menjadi mukjizat dari segi keindahan bahasa, syariat, ilmu pengetahuan, sejarah dan lain sebagainya. Sampai Allah mengambil kembali bumi dan yang ada di dalamnya, tidak akan terdapat sedikitpun penyelewengan dan perobahan terhadapnya, sebagai bukti akan kebenaran firman Allah: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (Al-Hijr: 9).

Dunia secara keseluruhan belum pernah memperoleh sebuah kitab seperti Al Quran yang mulia ini, yang mencakup segala kebaikan, dan memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus, serta mencakup semua hal yang akan membahagiakan manusia. Allah berfirman: "Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar". (Al-Israa,: 9).

Alquran ini diturunkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan, menuju cahaya. Allah berfirman: "(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (Ibrahim: 1).

Dengan Alquran, Allah telah membukakan mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang lalai. Bila dibaca dengan benar, dipahami setiap surat dan ayat-ayatnya, dipahami secara mendalam setiap kalimat dan kata-katanya, tidak keluar dari batas-batasnya, melaksanakan perintah-perintah yang ada di dalamnya, menjauhi larangan-larangan, berakhlak dengan apa yang disyariatkan, dan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai terhadap dirinya, keluarga dan masyarakatnya, maka akan menjadikan umat Islam merasa aman, tenteram dan bahagia di dunia dan akhirat. Allah berfirman: "Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya". (Al-Baqarah: 121).

Ibnu Abbas berkata: "Mereka mengikutinya dengan sebenarnya, menghalalkan yang telah dihalalkan dan mengharamkan yang telah diharamkan serta tidak menyelewengkannya dari yang semestinya". Dan Qatadah berkata: "Mereka itu adalah sahabat-sahabat Muhammad saw. Beriman kepada kitab Allah, lalu membenarkannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta melaksanakan apa yang ada di dalamnya".

Makhluk jin sangat terkesan sekali tatkala mendengarkan bacaan Alquran; hati mereka dipenuhi dengan kecintaan dan penghargaan terhadapnya, dan mereka bersegera mengajak kaumnya untuk mengikutinya, sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firman-Nya: lalu mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak".(Jin: 1-3). Allah telah bercerita tentang mereka dalam Al Quran: "Mereka berkata: Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih".(Al-Ahqaf: 30-31).

Oleh karenanya, kitab yang mulia ini mengungguli kitab-kitab samawi sebelumnya. Dan kedudukannya pun di atas kitab-kitab itu. Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah".(Az-Zukhruf: 4). Dan firman Allah dalam ayat yang lain: "Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu". (Al-Ma,idah: 48)

Para ulama tafsir berkata: "Al Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawi lainnya sekalipun semuanya turun dari Allah, dengan beberapa hal, diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang ada pada semua kitab-kitab yang lain. Telah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi kita Muhammad saw. diberi kekhususan dengan surat Al-Faatihah dan penutup surat Al-Baqarah. Di dalam Musnad Ad Darimi disebutkan, dari Abdullah bin Masud ra. ia berkata: "Sesungguhnya Assab,uthiwal (Tujuh surat panjang dalam Alquran; Al-Baqarah, Ali ,Imran, An-Nisaa,, Al-A,raaf, Al-An,aam, Al-Maa-idah dan Yunus) sama seperti taurat, Al-Mi,in (Surat-surat yang berisi kira-kira seratus ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu,min dan lain sebagainya) sama seperti Zabur dan Al-Matsani (Surat-surat yang berisi kurang dari seratus ayat. Seperti, Al-Anfaal, Al-Hijr dan lain sebagainya) sama dengan kitab Zabur. Dan sisanya merupakan tambahan". Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, dari Wasilah bin Al-Asqa,, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Telah diturunkan kepadaku Assab,uthiwal sebagai ganti yang ada pada Taurat. Diturunkan kepadaku Al Miin sebagai ganti yang ada pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti yang ada pada Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-surat pendek).

Assab,uthiwal, adalah dari awal surat Al-Baqarah hingga akhir surat Al-A,raaf, yang berjumlah enam surat. Para ulama berselisih pendapat tentang surat yang ke tujuh; Apakah surat Al-Anfaal dan Al-Bara,ah sekaligus karena antara keduanya tidak dipisah dengan bismillah, maka dianggap satu surat, atau surat Yunus? "Al-Mi,un" yaitu surat-surat yang ayatnya sekitar atau lebih dari seratus. "Matsani" yaitu; surat-surat yang jumlah ayatnya di bawah seratus. Dinamakan demikian karena ayat-ayatnya berulang-ulang melebihi yang ada pada surat-surat yang terhimpun dalam sab,uthiwal dan mi,un. Sedangkan yang dimaksud dengan "Al-mufashal", adalah surat-surat yang lebih pendek dari surat-surat dalam Al-Matsani. Para ulama berselisih pendapat tentang awal dari surat-surat itu; Ada yang berpendapat bahwa Al-Mufashal bermula dari awal surat Ash-Shaffaat, pendapat lain mengatakan, diawali dari surat Al-Fat-h, dan yang lainnya berpendapat, dari surat Al-Hujuraat, dan ada juga yang berpendapat, dari surat Qaaf. Pendapat ini dibenarkan oleh Al-Hafiz Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar. Ada pula pendapat selain yang disebut di atas. Namun demikian para ulama sepakat bahwa akhir dari Mufashal adalah surat terakhir dalam Alquran.

Diantara keunggulan Al Quran juga, bahwa Allah menjadikan gaya bahasanya mengandung mukjizat, sekalipun kitab-kitab lain juga mengandung mukjizat dari segi pemberitaan tentang yang gaib dan hukum-hukum, namun gaya bahasanya biasa-biasa saja, maka dari segi ini Al Quran lebih unggul. Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah: "Dan sesungguhnya Alquran itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah". (Az-Zukhruf:4) Dan firman Allah: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia".(Ali ,Imran:110). Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya, Fadhailul Quran (keutamaan-keutamaan Al Quran) halaman:102-123, mengatakan: "Hal ini mereka raih berkat Al Quran yang agung, yang mana Allah telah memuliakannya dari semua kitab yang pernah diturunkan-Nya, dan Dia jadikan sebagai batu ujian, penghapus dan penutup bagi kitab-kitab sebelumnya, karena semua kitab terdahulu diturunkan ke bumi dengan sekaligus, sedangkan Al Quran diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang terjadi, demi untuk menjaganya dan menghargai orang yang diberi wahyu. Setiap kali ayat Alquran turun, seperti keadaan turunnya kitab-kitab sebelumnya".

Kitab yang mulia ini telah mengungkap banyak sekali kebenaran ilmiah kosmos, dalam ayat-ayat yang membuktikan wujud Allah, kekuasaan dan keesaan-Nya. Allah berfirman: "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman"? (Al-Anbiyaa,:30). Al Quran juga menganjurkan agar memanfaatkan apa yang dapat ditangkap oleh indra mata dalam kehidupan sehari-sehari dari ciptaan Allah, sebagaimana difirmankan: "Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi".(Yunus:101). Dan Allah berfirman: "Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya".

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.(Al-Jaatsiah:13).

Kaum muslimin hendaknya mempelajari ilmu-ilmu alam, serta menikmati manfaat dari kekuatan-kekuatan yang tersimpan di langit dan bumi.

Sesungguhnya pembicaraan tentang Al Quran tidak akan ada habis-habisnya. Al Quranlah yang menganjurkan kaum muslimin untuk bersikap adil dan bermusyawarah, dan menanamkan kepada mereka kebencian terhadap kezaliman dan tindakan semena-mena. Syiar para pemeluknya adalah kekuatan iman, tidak sombong, solidaritas dan bersikap kasih sayang antara sesama mereka.

Hendaknya kita hidup dengan Alquran, membaca, memahami, mengamalkan dan menghafal. Hidup dengan Alquran adalah perbuatan yang paling terpuji, yang patut dilakukan oleh orang mukmin. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mengerjakan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri".(Faathir:29-30).

Dalam dua ayat tersebut di atas, Allah menganjurkan bagi orang-orang yang membaca Alquran agar disertai dengan perenungan, sehingga akan menimbulkan pengetahuan yang pada gilirannya akan menimbulkan pengaruh. Tidak diragukan lagi bahwa pengaruh membaca Alquran adalah melaksanakan dalam bentuk perbuatan.

Oleh karena itu Allah iringi amalan membaca Al Quran dengan mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezki yang dikarunia Allah secara diam-diam dan terang-terangan, kemudian dengan demikian orang-orang yang membaca Al Quran itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan merugi. Mereka mengetahui bahwa karunia Allah lebih baik dari apa yang mereka infakkan. Oleh karena mereka mengadakan perniagaan di mana Allah menambahkan karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih, mengampuni kelalaian, dan berterima kasih atas pelaksanaan tugas.

Oleh karena itu kita harus selalu membaca Alquran dengan perenungan dan kesadaran, sehingga dapat memahami Alquran secara mendalam. Bila seorang pembaca Alquran menemukan kalimat yang belum dipahami, hendaknya bertanya kepada orang yang mempunyai pengetahuan. Allah berfirman: "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui".(An-Nahl:43). Mempelajari Alquran sangat diperlukan. Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasul saw. bersabda: "Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah, membaca kitab Allah dan mempelajarinya, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat, dan mereka akan disebut-sebut Allah dihadapan orang-orang yang ada di sisi-Nya (para malaikat), dan barang siapa amalnya kurang, tidak dapat ditambah oleh nasabnya. (Diriwayatkan oleh Muslim, 2699). Sabda Rasul dalam hadis ini, "Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah", "Rumah" di sini bukanlah batas, terbukti dengan sebuah hadis riwayat Muslim yang lain yang mengatakan: "Tidaklah suatu kaum berzikir kepada Allah, melainkan akan diliputi oleh para malaikat...." Jika berkumpul di tempat lain, selain rumah Allah (mesjid) maka bagi mereka keutamaan yang sama dengan mereka yang berkumpul di mesjid. Pembatasan "di rumah Allah" dalam hadis di atas, hanyalah karena seringnya tempat itu dijadikan tempat berkumpul, akan tetapi tidak ada keharusan; Berkumpul untuk membaca dan mempelajari ayat-ayat Alquran dan kandungan hukumnya, di mana pun tempatnya akan mendapatkan keutamaan yang sama. Adapun jika berkumpul untuk belajar di mesjid lebih utama, hal itu dikarenakan mesjid mempunyai keistimewaan dan kekhususan yang tidak dimiliki oleh tempat yang lain.

Diriwayatkan oleh ibnu Masud ra. ia berkata, Rasul saw. bersabda: "Barang siapa membaca satu huruf dari Alquran, maka ia akan memperoleh kebaikan. Kebaikan itu berlipat sepuluh kali. Aku tidak mengatakan, Alif Laam Miim satu huruf, akan tetapi, Alif adalah huruf, Lam huruf, dan Mim huruf. (H. R. Tirmizi. Nomor:3075).

Dari Usman bin Affan ra. dari Nabi saw. ia bersabda; "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain".(Bukhari). Nomor:4739). Hadis ini menunjukkan akan keutamaan membaca Alquran. Suatu ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang engkau cintai orang yang berperang atau yang membaca Alquran? Ia berkata, membaca Alquran, karena Rasulullah saw. bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain". Imam Abu Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan Alquran selama empat puluh tahun di mesjid agung Kufah disebabkan karena ia telah mendengar hadis ini. Setiap kali ia meriwayatkan hadis ini, selalu berkata: "Inilah yang mendudukkan aku di kursi ini".

Al hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman 126-127 berkata: [Maksud dari sabda Rasulullah saw. "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada orang lain" adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain. Allah berfirman: "Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan".(An-Nahl:88).

Sebagaimana firman Allah: "Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Alquran dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya" (Al-An,aam:158). Penafsiran yang paling benar dalam ayat ini, dari dua penafsiran ahli tafsir adalah bahwa, mereka melarang orang-orang untuk mengikuti Alquran, sementara mereka sendiri pun menjauhkan diri darinya. Mereka menggabungkan antara kebohongan dan berpaling, sebagaimana firman Allah: "Atau agar kamu (tidak) mengatakan: "Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?(Al-An,aam:157). Beginilah perihal orang-orang kafir yang jahat, sedangkan orang-orang mukmin yang baik dan pilihan selalu menyempurnakan dirinya dan berusaha menyempurnakan orang lain, sebagaimana tersebut dalam hadis di atas. Allah berfirman: "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".(Fushilat:33) Ayat ini menggabungkan antara seruan kepada Allah, baik dengan azan atau yang lainnya, seperti mengajarkan Alquran, hadis, fikih dan lainnya yang mengacu kepada keridaan Allah. dan dengan perbuatan saleh, dan juga berkata dengan ucapan yang baik].

Rahmat Allah akan dilimpahkan kepada orang-orang yang membaca Alquran dan mereka yang menegakkan hukumnya, juga mencakup orang-orang yang mendengarkan bacaannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mengerjakan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia".(Al-Anfaal:2-4)

Dari Abdullah Ibnu Masud ra. ia berkata, Rasul saw. berkata kepadaku: 430 - Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Bacakan Alquran kepadaku. Aku bertanya: Wahai Rasulullah! Aku harus membacakan Alquran kepada Anda, sedangkan kepada Andalah Alquran itu diturunkan? Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya aku senang bila mendengarkan dari orang selainku. Aku lalu bacakan surat An Nisaa,. Ketika sampai pada firman yang berbunyi: ???????? ????C ??????C ???? ????? ?????E? E?O????I? ????????C E??? ????? ??????C?? O????I?C (Maka bagaimanakah "halnya orang kafir nanti", jika Kami mendatangkan seorang saksi "rasul" dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu "Muhammad" sebagai saksi atas mereka itu "umatmu"). Beliau berkata: "Cukup", lalu aku menoleh kepada beliau, tiba-tiba aku lihat beliau mencucurkan air mata. (H.R. Bukhari nomor:4582, Muslim nomor:800 dan Abu Daud Nomor:3668).

Imam Nawawi berkomentar: [Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari hadis ini, di antaranya: sunat hukumnya mendengarkan bacaan Alquran, merenungi, dan menangis ketika mendengarnya, dan sunat hukumnya seseorang meminta kepada orang lain untuk membaca Al Quran agar dia mendengarkannya, dan cara ini lebih mantap untuk memahami dan mentadabburi Al Quran, dibandingkan dengan membaca sendiri].

Setiap orang muslim hendaknya tahu akan hak-hak Alquran; menjaga kesuciannya, komitmen terhadap batas-batas yang telah ditetapkan oleh agama saat mendengarkan bacaannya, dan meneladani para salaf (pendahulu) saleh dalam membaca dan mendengarkannya. Sungguh mereka itu bagaikan matahari yang menerangi dan dapat diteladani dalam kekhusyukan yang sempurna dan meresapi, mengimani firman Allah: "Dan sesungguhnya Alquran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas".(Asy-Syu,ara:192-195).

Memang benar adanya, bahwa Alquran, baik lafal maupun makna adalah firman Allah, yang merupakan sistem dari langit untuk seluruh makhluk, khususnya manusia. Selain itu ia merupakan rujukan utama perkara-perkara agama dan sandaran hukum. Hukum-hukum yang ada di dalamnya tidaklah diturunkan sekaligus, akan tetapi diturunkan secara berangsur selama masa kerasulan; ada yang turun untuk menguatkan dan memperkokoh pendirian Nabi saw., ada yang turun mendidik umat yang baru saja tumbuh dan ada pula yang diturunkan oleh karena peristiwa keseharian yang dialami oleh umat Islam di tempat dan waktu yang berbeda-beda. Setiap kali ada peristiwa, turunlah ayat Alquran yang sesuai dan menjelaskan hukum Allah atas peristiwa itu. Di antaranya adalah kasus-kasus dan peristiwa yang terjadi pada masyarakat Islam, pada masa pensyariatan hukum, di mana umat Islam ingin mengetahui hukumnya, maka turunlah ayat yang menjelaskan hukum Allah, seperti larangan minuman keras.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abu Hurairah ra. ia berkata, Rasul saw. datang ke Madinah dan mendapati orang-orang meminum minuman keras, dan makan dari hasil berjudi. Lalu mereka bertanya kepada Rasul saw. tentang masalah itu, maka Allah menurunkan ayat: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".(Al-Baqarah:219) Lalu orang-orang berkata: "Tidak diharamkan, hanya saja pada keduanya dosa yang besar". Selanjutnya mereka masih juga banyak yang minum khamar (minuman keras), sampai pada suatu hari, seorang dari Kaum Muhajirin mengimami sahabat-sahabatnya pada salat Magrib. Bacaannya campur aduk antara satu dengan yang lain, sehingga Allah menurunkan ayat Alquran yang lebih keras dari ayat sebelumnya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan".(An-Nisaa,:43). Akan tetapi, Orang-orang masih juga banyak yang meminum minuman keras, hingga salah seorang melakukan salat dalam keadaan mabuk. Lalu turunlah ayat Alquran yang lebih keras lagi: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".(Al-Maa-idah:90)

Mereka berkata: "Kami tidak akan melakukannya lagi wahai Tuhan!" Lalu orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah banyak orang yang terbunuh di jalan Allah, atau mati di atas kasurnya, padahal mereka telah meminum khamar dan makan dari hasil perjudian, sedangkan Allah telah menjadikan keduanya, najis yang merupakan perbuatan setan". Maka turunlah ayat: "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebaikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan".(Al-Maa-idah:93) Nabi bersabda: "Jika diharamkan atas mereka sebelumnya, niscaya mereka akan meninggalkannya sebagaimana halnya kalian meninggalkan.(Musnad Ahmad 2/251 dan 252). Dalam sahih Bukhari, hadis nomor:4620, disebutkan, dari Anas bin Malik ra. ia berkata: "Dulu aku pernah jadi penyuguh minuman (khamar) di rumah Abu Thalhah, dan turunlah ayat pengharaman minuman keras. Lalu diutuslah seseorang untuk menyerukan larangan ini. Abu Thalhah berkata, "Keluarlah dan lihat suara apakah itu". Lalu aku keluar, dan aku berkata: "Sungguh minuman keras telah diharamkan". Ia berkata kepadaku: "Pergi, dan tumpahkanlah". Anas berkata: "Aku pun keluar dan menuangkannya. Saat itu khamar mengalir di jalan-jalan Madinah." Anas berkata: "Jenis khamar pada saat itu adalah yang terbuat dari kurma." Sebagian orang berkata: "Telah banyak yang terbunuh, sedangkan minuman itu ada di dalam perut mereka". Ia berkata, lalu turunlah ayat: "Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu".

Dari yang disebutkan di atas, kita mengetahui bahwa larangan meminum khamar (minuman keras)terjadi dalam tiga tahap, yaitu ketika turun surat Al-Baqarah: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".

Ayat ini mengandung larangan meminum minuman keras dengan cara yang halus. Maka yang meninggalkannya ketika itu hanya sekelompok orang yang tingkat ketakwaan mereka sangat tinggi. Umar ra. berkata, Ya Allah, berikanlah penjelasan yang terang tentang hukum meminum minuman keras. Lalu turunlah ayat yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan". Lalu umat Islam menghindari untuk meminumnya pada waktu-waktu mendekati salat. Umar ra. berkata, Ya Allah, berikanlah penjelasan yang terang tentang minuman keras. Maka turunlah surat Al-Maa-idah: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan, Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

Saat itulah ketika diserukan dan dibacakan ayat ini, Umar ra. berkata, "Kami berhenti (dari melakukannya)". Demikianlah proses pensyariatan yang bertahap, di mana Allah menyucikan umat Islam dari adat istiadat yang bertentangan dengan sistem Islam, dan melengkapi mereka dengan sifat-sifat yang mulia, seperti: pemaaf, penyabar, kasih sayang, jujur, menghormati tetangga, berlaku adil dan perbuatan baik yang lain.

Hanya Allah semata yang menetapkan syariat untuk para hambanya. Allah berfirman: "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik" (Al-An,am:57). Syariat itu ditetapkan tiada lain kecuali hanya untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia, baik hikmah yang terkandung di dalamnya tampak atau pun tidak. Alquran adalah sumber pertama syariat.

Adapun sumber kedua adalah sunah, dan tidak ada perselisihan antara para ulama bahwa sunah merupakan hujah dalam syariat di samping Alquran. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".(An-Nisaa,:59). Dalam ayat yang lain Allah berfirman: "Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka".(An-Nahl:44). Dan firman Allah: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah".(Al-Hasyr:7) Imam Ibnu Qayimil Jauziah dalam bukunya "A,lamul Muwaqqi,in ,An Rabil Alamin", halaman, 263, menjelaskan tentang peran sunah terhadap Alquran, ia berkata: "Peran sunah terhadap Alquran ada tiga: Pertama: Mempunyai maksud sama dengan Alquran dilihat dari semua segi. Sehingga masing-masing ayat Alquran dan hadis Nabi yang sama-sama menunjukkan kepada hukum yang sama termasuk dalam kategori suatu yang hukum mempunyai lebih dari satu dalil. Kedua: Menjelaskan maksud dari Alquran dan penafsirannya. Ketiga: Menetapkan suatu hukum, wajib atau haram, yang tidak ada terdapat dalam Al Quran. Peran itu tidak keluar dari tiga hal ini dan tidak ada pertentangan sama sekali antara Alquran dan sunah.

Oleh karenanya, sunah menegaskan suatu hukum dari Alquran, kadang kala ia menafsirkan teks Alquran atau menguraikan hukum yang dijelaskan secara ringkas dalam Alquran, bahkan juga menetapkan suatu hukum yang tidak disebutkan dalam Alquran. Namun demikian sunah tidak menetapkan sebuah hukum, kecuali bila di dalam Alquran tidak diketemukan hukum yang dimaksud. Sunahlah yang menjelaskan kepada kita -umat Islam- bahwa salat yang diwajibkan adalah lima kali sehari semalam, darinya juga diketahui jumlah rakaat dalam salat dan rukun-rukunnya, menjelaskan hakikat zakat, dan ke mana disalurkan serta berapa nisabnya. Dan sunah juga yang menjelaskan kepada kita cara-cara haji dan umrah, dan bahwa ibadah haji hanya wajib sekali dalam seumur hidup, dan ia pula yang menerangkan tentang miqat-miqat haji, zamani dan makani (waktu dan tempat) dan jumlah putaran tawaf.

Maka bagi mereka yang hanya berpegang terhadap Alquran dengan meninggalkan sunah, hendaknya segera memperbaharui keimanannya dan segera kembali kepada Allah swt. Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.(Thaha:82).

Alquran dan Sunah, kedua-duanya merupakan wahyu Allah kepada Rasul-Nya, dan dua sumber syariat Islam yang mengembalikan manusia pada fitrahnya, dan menjadikan manusia mengetahui jalan hidupnya. Allah berfirman: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk".(Al-A,raaf:43).

Studi Ilmu-Ilmu Al Qur'an (ULUMUL QUR’AN DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA)

Contributed by Manna' Khalil Al Qaththan

Thursday, 24 May 2007

Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi

dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup

menuju cahayaIlahi , dan menurunkannya kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi

wa Sallam, demi membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah

menyampaikannya kepada para sahabatnya sebagai penduduk asli arab yang sudah

tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas

bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya

kepada Rasulullah.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu

Mas’ud RadhiyallahuAnhu, bahwa ketika turun ayat, "Orang-orang yang beriman dan

tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang

mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat hidayah."

(Al-An’am ; 82). Orang - orang yang merasa keberatan dengan ayat tersebut. Lalu

mereka bertanya kepada Rasulullah, â€oeWahai Rasulullah, mana ada orang yang tidak

menzhalimi dirinya?―Beliau menjawab, â€oePemahamannya tidak seperti kalian

maksudkan, tidaklah kalian mendengar apa yang di katakan seorang hamba yang

saleh kepada anaknya: "Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di

waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar

kezaliman yang besar".(Luqman:13)

Adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam,

memberi tafsiran kepada mereka tentang beberapa ayat. Iman Muslim dan lainnya

mengeluarkan hadist yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, dia berkata, â€oeSaya

pernah mendengar Rasulullah membaca di atas mimbar, "Siapkanlah untuk menghadapi

mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat

untuk berperang ( yang dengan persiapan itu ) kamu menggentarkan musuh Allah dan

musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang

Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan

dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)." Lalu,

beliau bersabda, â€oeKetahuilah, sesunguhnya kekutan ( al-quwwah ) tersebut adalah

memanah.― ( Al – Hadist ).

Para sahabat sangat bersemangat untuk

mendapatkan pengajaran Al-Q ur’an Al-Karim dari Rasulullah. Mereka ingin

menhafal dan memahamim. Bagi mereka ini merupakannya suatu kehormatan.

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallu Anhu, ia berkata, â€oeAda seorang laki –laki di

antara kami yang apabila membaca surat Al-Baqarah dan Ali-Imran, ia begitu

antusia. â€oe ( HR. Ahmad ). Seiring dengan itu, mereka juga bersungguh-sungguh

mengamalkannya dan menegakkan hukum-hukumnya. Abu Abdirrahman As-Sulami

meriwayatkan, bahwa orang-orang yang biasa membacakanAl-Qur’an kepada kami,

seperti Usman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud, serta yang lainnya;apabila

mereka belajar sepuluh ayat dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, mereka

enggan melewatinya sebelum memahami dan mengamalkannya. Mereka mengatakan, â€oeKami

mempelajari Al-Qur’an, Ilmu, dan amal sekaligus. ’’

Rasulullah Shallallahu wa Sallam tidak

mengizinkan mereka menulis apa selain Al-Qur’an, sebab di takutkan dapat

tercampur aduk dengan yang lain. Muslim meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri

bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, â€oejangan sekali-kali

menulis apapun dariku maka hapuslah. Sampaikanlah hadistku, tidak masalah.

Namun, barangsiapa mendustakan aku dengan sengaja , maka nerakalah tempatnya.―

PLQ

http://layananquran.com Powered by Joomla! Generated: 16 September, 2009, 15:03

Sekalipun Rasulullah pernah mengizinkan sebagian sahabatnya setelah itu untuk

menulis hadits, sesunguhnya hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an masih tetap

bersandar pada riwayat, yaitu melalui talqin. Demikianlah yang terjadi pada masa

Rasul, masa Khalifah Abu Bakar, dan Umar Radhiyallahu Anhuma.

Lalu, pada masa khalifah Utsman Radhiyallahu

Anhu, sesuai dengan tuntutan kondisi- seperti yang akan di jelaskan kemudian

embut suatu terobosan ijtihad mulia, yaitu demi menyatukan kaum muslimin dengan

pedoman satu mushaf yang kemudiandi beri nama mushaf Al-Iman. Selanjutnya,

mushaf tersebut dikirim ke berbagi negeri saat itu. Adapun tulisan

huruf-hurufnya di sebut sebagai rasm Utsmani, yang dikaitkan dengan Khalifah

Ustma. Langkah ini adalah awal munculnya ilmu penulisan rasm Al-qur’an.

Kemudian, Khalifah Ali Radhiyallahu Anhu menyuruh Abul Aswad Ad- Duali untuk

menggagas kaedah nahwu, demi menjaga adanya kekeliruan dalam mengucapkan dan

untuk lebih memantapkan bagi pembacaan Al- Qur’an. Hal ini di angap sebagai

cikal bakal dari munculnya ilmu i’rab Al- Qur’an.

Para sahabat pun meneruskan tradisi memahami

makna- makna Al- Qur’an dan tafsirnya sesuai dengan kondisi mereka masing-

masing; baik kemampuan yang berbeda dalam memahami maupun intensitas dalam

kedekatannya dengan Rasulullah. Selanjutnya, dalam kondisi demikianlah

murid-murid para sahabat dari kalangan tabi’in mengambil ilmu dari mereka. Di

antara para mufassir terpopuler di kalangan sahabat Nabi adalah; empat khalifah,

Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ ari

dan Abdullah bin Az- Zubair.

Cukup banyak riwayat- riwayat tentang tafsir

yang diriwayatkan dari beberapa sahabat semisal; Abdullah bin Abbas, Abdullah

bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab. Dan biasanya apa yang diriwayatkan dari mereka

tidaklah selalu mengandung tafsir Al-Qur’an secara utuh, tetapi masih berkisar

tentang makna-makna beberapa ayat, serta penjelasan ayat yang masih samar dan

global.

Adapun dari kalangan tabi’in, tidak sedikit

yang menimba dari sahabat, dan kemudian melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.

Di antara murid- murid Ibnu Abbas yang cukup termasyhur adalah Said bin Jubair,

Mujahid, Ikrimah maula Idnu Abbas, Thawus bin Kisan Al- Yamani dan Atha’ bin Abi

Rabah. Murid Ubay bin Ka’ab yang populer di madinah adalah Zaid bin Aslam, Abul

Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi. Di Irak terdapat beberapa murid

Abdullah bin mas’ud yang juga terkenal sebagai mufassir. Mereka yaitu; Algamah

bin Qais, Masruq bin Al-Ajda, Aswad bin Yazid, Amir Asy- Sya’bi, Hasan Al-

bashri, dan Qatadah bin Di’amah As-Sadusi.

Menurut Ibnu Taimiah, ada beberapa orang yang

terkemuka dalam bidang tafsir ini di Makkah. Mereka adalah sahabat - sahabat

Ibnu Abbas seperti; Mujahit, Atha’ bin Abi Rabah, Ikrimah maula Ibnu Abbas,

Thawus bin Kisan, Abu Asy- Sya’ tsa―Said bin Jubair, dan lain- lain. Demikian

juga tafsir di Madinah, yaitu; Zaid bin Aslam (guru Iman Malik ), Abdurrahman

bin Zaid, dan Abdullah bin Wahab. Adapun jenis ilmu yang di riwayatkan dari

mereka itu mencakup; ilmu tafsir, ilmu gharib Al- Qur’an, ilmu asbab an- nuzul,

ilmu Makkiyah- Madaniyah, dan ilmu nasikh- mansukh. Tetapi, semua ini di

riwayatkan dengan cara talqin (belajar lansung dari guru).

Abad kedua hijriyah adalah masa kodifikasi.

Mul-mula kodifikasi hadist dengan metode penggunan bab –bab yang kurang

sistematik. Semuanya mencakup segala yang berkaitan dengan tafsir. Sebagian

ulama menyatukan tafsir yang di riwayatkan tanpa melihat apakah itu berasal dari

Nabi, sahabat atau tabi’in. Tokoh- tokoh yang melakukan kodifikasi itu di

antaranya Yazid bin harun As - sulami (wafat 117 H), Syu’bah bin Al- Hajjaj,

PLQ

http://layananquran.com Powered by Joomla! Generated: 16 September, 2009, 15:03

(wafat 160 H), Waki’ bin Al-Jarrah (wafat 197 H), Sufyan bin Uyainah (wafat 198

H) dan Abdul Razzag bin Hammam (wafat 221 H). Kesemua ulama itu dasarnya

termasuk ulama hadist. Hinga sekarang kita belum menemui penjelasan - penjelasan

tafsir mereka dalam berbagai kitab.

Pada masa selanjutnya, sekelompok ulama

melakukan penafsiran secara komprehensif terhadap Al - Qur’an sesuai terbitnya

ayat yang ada dalam mushaf. Di antara mereka yang terkenal adalah Ibnu Jarir

Ath- Thabari (wafat 310 H). Demikianlah, melalui proses kodofikasi, tapi masih

masuk dalam bab- bab hadist. Lalu pada tahap berikutnya dikodifikasikan secara

mandiri. Kemudian muncul tafsir bil ma’tsur (yang mengunakan pertama kali tafsir

dilakukan dengan metode dari mulut- ke mulut dan periwayatan, lalu dalil - dalil

dari Al- Qur’an, hadist Nabi, serta perkataan para sahabat dan salafushshalih)

dan tafsir bir - ra’yi (yang mengunakanakal atau pendapat pribadi). Dalam bidang

ilmu tafsir muncul karya-karya tematik yang berkaitan dengan tafsir Al-Qur’an

yang cukup penting bagi seorang muffasir. Ali bin Al-Madini, guru iman Al-

Bukhari (wafat 234 H), menulis tentang asbab an- nuzul. Abu Ubaid Al-Qasim bin

Sallam (wafat 224 H) melahirkan karya nasikh mansukh dan masalah qirrat. Ibnu

Qutaibah (wafat 275) menulis masalah problema Al Qur’an (Musykil Al Qur’an).

Mereka itu merupakan para ulama abad ketiga hijriah.

Pada abad keempat hijriah, juga tidak sedikit

yang menulis tentang masalah terkait: Muhammad bin Khalaf bin Al – Marzuban

(wafat 309 H), menulis sebuah kitab â€oe Al – Hawi fi ` Ulumi Al- Qur’an, â€oe Abu

Bakar Muhammad Al- Qasim Al- Ambari (wafat 309 H) menulis kitab â€oeUlum Al-

Qur’an, â€oeAbu Bakar As- Sijistani (wafat 388 H) menulis kitab â€oeAl- Istighna fi

‘Ulum Al- Qur’an". Kemudian banyak karya- karya ulama yang muncul melanjutkan

pengkajian dalam disiplin ulumul Qur’an. Abu Bakar Al- Baqillani (wafat 403 H)

menulis kitab â€oeI’jaz fi ‘Ulum Al-Qur’an, â€oeAli bin Ibrahim bin Said Al- Hufi

(wafat 430 H) memunculkan kitab â€oeI’rab Al- Qur’an,â€oe Al-Mawardi (wafat 450 H)

menulis tentang â€oeAmtsal Al-Qur’an, Izzuddin bin Abdissalam (wafat 660 H) menulis

â€oeFi Majaz Al-Qur’an― dan ‘Alamuddin As-Syakhawi (wafat 751 H) menulis â€oe Ilmu Al

Qira’at,― tak ketinggalan Ibnul Qayyim (wafat 751 H) melahirkan kitab â€oeAqsam

Al-Qur’an.― Inilah sejumlah karya ulama yang telah mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur’an

yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya.

Karya-karya ulama itu telah dirangkum dalam

satu karya besar sebagaimana yang telah disinyalir oleh Az-Zarqani dalam

kitabnya Manahil Al-‘Irfan fi â€oeUlumul Qur’an― (Manahil Al-‘Irfan fi â€oeUlumul

Qur’an, I/27 dan seterusnya), bahwa di dalam A-Kutub Al-Mishriyah ada sebuah

kitab karya Ali bin Ibrahim bin Said, terkenal dengan nama Al-Hufi, Nama kitab

tersebut â€oeAl-Burhan fi ‘Ulumil Qur-an―, terdiri dari 30 jilid. Di dalamnya

terdapat 15 jilid yang mana disana penulisnya menyebut ayat-ayat Al-Qur’an

sesuai dengan tertib mushaf yang mencakup pembahasan Ulumul Qur’an. Di satu sisi

penulis memberikan tajuk yang terkait dengan masalah I’rab, pembahasan di

dalamnya menyangkut tentang gramatika (nahwu) dan kebahasaan. Dalam masalah

ma’na dan tafsir, ia menjelaskan dengan metode tafsir bil ma’tsur dan ma’qul.

Kemudian, ia membahas masalah al-waqf dan at-tamam, terkadang ia membahas

masalah qiraat ini dalam topik tersendiri. Di sisi lain ia juga membicarakan

tentang masalah hukum yang diistinbatkan dari ayat-ayat yang dijelaskannya.

Dengan metodologi semacam ini, Al-Hufi bisa

dianggap sebagai orang pertama yang merumuskan kodifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an,

walaupun kodifikasi ini termasuk dalam model yang khusus, sebagaimana telah

disebutkan.

Lalu Ibnul Jauzi (wafat 507 H) mengikuti jejak Al-Hufi. Ia menulis kitab â€oeFunun

Al-Afnan fi ‘Aja'ibi ‘Ulumul Qur’an―. Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H)

menulis â€oeMawaqi’ An-Nujum―, menambahi sedikit kitab Az-Zarkasyi. Kemudian,

Jalaluddin As-Suyuthi (wafat 911 H) dengan kitabnya yang cukup terkenal yaitu

â€oeAl-Itqan fi ‘Ulumul Qur’an.―

PLQ

http://layananquran.com Powered by Joomla! Generated: 16 September, 2009, 15:03

Dalam konteks modern, studi ilmu-ilmu Al-Qur’an tetap tidak kalah menarik dengan

ilmu-ilmu lain. Orang –orang yang berkompeten dengan gerakan pemikiran islam

terus berupaya menemukan rumusan kajian-kajian Al-Qur’an yang relevan dengan

perkembangan zaman, seperti kitab â€oeI’jazul Qur’an― karya Musthafa Shadiq

Ar-Rafi’i, kitab saya sendiri â€oeAt-Tashwir Al-Fanni fi Al-Qur’an karya Sayyid

Qutbh, Tarjamah Al-Qur’an karya Syaikh Muhammad Musthafa’ Al-Maraghi, termasuk

pembahasan tentang buku tersebut oleh Muhibbudin Al-khatib, â€oeMas’alatu Tarjamah

Al-Qur’an― oleh Musthafa Shabri, â€oeAn-Naba’ Al’Azhim― karya DR. Muhammad Abdullah

Darraz, dan buku pengantar tafsir â€oeMahasin At-Ta’wil― yang ditulis oleh

Jamaluddin Al-Qasimi.

Juga syaikh Thahir Al-Jazairi menulis satu buku

â€oeAt-Thibyan fi ‘Ulumul Qur’an,― Syaikh Muhammad Ali Salamah menerbitkan â€oeManhaj

Al-Furqan fi ‘Ulumul Qur’an,― Syaikh Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani sendiri

menulis â€oeManahil Al-‘Irfan fi ‘Ulumul Qur’an,― Syaikh Ahmad Ali memunculkan buku

â€oeMudzakkirah fi ‘Ulumul Qur’an.― Buku ini dijadikan buku pegangan di fakultas

tempat dia mengajar, pada jurusan da’wah dan bimbingan (Qism Ad-Da’wah wal

â€oeirsyad), yang terakhir adalah karya DR. Subhi Shaleh â€oeMabahits fi Ululmul

Qur’an― dan â€oeAbhats ‘Ala Ma'idah― Al-Qur’an karya Ustadz Ahmad Muhammad Jamal.

Inilah beberapa kajian yang dikenal sebagai

studi ilmu-ilmu Al-Qur’an. Sekarang, kita beralih kepada definisi singkat

tentang ‘Ulumul Qur’an. ‘Ulum adalah bentuk plural dari ‘ilm. ‘ilm sendiri

maknanya Al-fahmu Al-Idrak (pemahaman dan pengetahuan). Kemudian, pengertiannya

dikembangkan kepada kajian berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah.

Dan yang dimaksud dengan ‘Ulumul Qur’an, yaitu suatu ilmu yang mencakup berbagai

kajian yang berkaitan kajian-kajian Al-Qur’an seperti, pembahasan tentang

asbabun nuzul, pengumpulan Al-Qur’an dan penyusunannya, masalah makiyah dan

madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dll.

Kadang-kadang ulumul Qur’an ini juga disebut ushul at-tafsir

(dasar-dasar/prinsip-prinsip penafsiran), karena memuaut berbagai pembahasan

dasar atau poko yang wajib dikuasai dalam menafsirkan Al-Qur’an.

PLQ

http://layananquran.com Powered by Joomla! Generated: 16 September, 2009, 15:03